Pemilihan umum untuk memilih pasangan calon gubernur di Provinsi Papua tidak adil. Mayoritas partai politik peserta Pemilu 2024 mengusung Mathius D. Fakhiri dan hanya menyisakan satu partai politik yang mengusung Benhur Tomi Mano. Mayoritas partai politik menjadi simbol kekuatan pemerintah pusat untuk menguasai Papua.
suaraperempuanpapua. com – PEMILIHAN umum kepala daerah 2024 di Provinsi Papua bukan sekedar Pemilu untuk memilih gubernur. Namun itu adalah Pemilu simbol perebutan kekuasaan antara Jakarta dan rakyat Papua di Provinsi Papua.
Hal itu terlihat dari, mayoritas partai politik peserta Pemilu 2024 di Provinsi Papua yang mengusung pasangan calon Gubernur Papua, Mathisu D. Fakhiri dan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen. Sementara pasangan calon Gubernur Papua, Benhur Tomi Mano dan Yermias Bisai, diusung oleh hanya satu partai politik.
Dari 18 partai politik nasional peserta Pemilu 2024 itu, sebanyak 15 partai usung pasangan Mathius D. Fakhiri dan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen, satu partai politik usung Benhur Tomi Mano dan Yermias Bisai serta dua partai tidak mengusung kandidat gubernur, yaitu Partai Kebangkitan Nusantara dan Partai Ummat.
Ke-15 partai politik pengusung Matius D. Fakhiri dan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen adalah: PAN, PBB, Partai Buruh, Partai Demokrat, Partai Garda, Partai Gelora, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Hanura, PKS, PKB, Partai Nasdem, Partai Perindo, PPP, dan Partai Solidaritas Indonesia. Jumlah suara sah 15 partai pada Pemilu 2024 lalu sebanyak 547.453 atau 85,5 persen suara sah, dengan meraih 38 kursi di DPR Provinsi Papua periode 2024 – 2029.
Sementara Benhur Tomi Mano dan Yermias Bisai diusung oleh satu partai politik, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada Pemilu 2024 lalu, PDIP meraih 74.701 atau 11,7 persen suara sah, dengan meraih tujuh kursi di DPR Provinsi Papua periode 2024 – 2029.
Mathius D. Fakhiri setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol) di Semarang tahun 1990, ia meniti karir di kepolisian hingga mencapai puncak karir, menjadi Kepala Kepolisian RI Daerah Papua, kemudian ikut pencalonan Gubernur Papua periode 2024 – 2029 berpasangan dengan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen.
Benhur Tomi Mano, setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Jayapura tahun 1989, ia meniti karir pemerintahan sipil di Kota Jayapura hingga menjadi Walikota Jayapura selama 10 tahun, kemudian ikut pencalonan Gubernur Papua berpasangan dengan Yermias Bisai.
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan dan karir masing-masing calon, maka Mathius D. Fakhiri dan Benhur Tomi Mano, mewakili kekuatan atau kelompok yang berbeda untuk memimpin Provinsi Papua.

Mathius D. Fakhiri paling tidak mewakili tiga kekuatan besar di Indonesia untuk memimpin Provinsi Papua, yaitu kekuatan pemerintah pusat, kekuatan militer (Polri dan TNI) dan Islam. Ketiga kekuatan ini tercermin dalam 15 partai politik peserta Pemilu 2024 yang mengusung Mathius Fakhiri dan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen.
Sementara Benhur Tomi Mano, paling tidak mewakili dua kekuatan atau kelompok besar di Provinsi Papua, yaitu rakyat asli Papua dan Kristen. Ini terlihat dari dukungan partai politik yang hanya diusung oleh satu partai, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kebijakan partai politik dalam mengusung calon gubernur di Provinsi Papua ini mencerminkan kekuatan-kekuatan tersebut.
Dukungan partai politik dalam mengusung calon gubernur ini juga menjadi gambaran kaum minoritas yang selalu tidak pernah dianggap penting oleh pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan politik di Indonesia. Andaikan PDIP tidak memberikan rekomendasi kepada Benhur Tomi Mano? Maka habislah eksistensi rakyat asli Papua dalam memilih gubernur Papua untuk memimpin mereka.
Namun ada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan julukan partainya wong cilik, masih berbaik hati mengusung Benhur Tomi Mano menjadi wakil wong cilik orang asli Papua untuk maju dalam bursa pencalonan gubernur Papua. Jika PDIP tidak usung Benhur Tomi Mano? Maka, rakyat asli Papua hanya akan memilih satu calon gubernur (Mathius D. Fakhiri) untuk memimpin Provinsi Papua pada lima tahun mendatang.
Tetapi beruntung PDIP usung Benhur Tomi Mano, sehingga rakyat asli Papua bisa punya dua pilihan dalam memilih calon gubernur. Apakah mau pilih Mathius D. Fakhiri atau Benhur Tomi Mano? Silakan! Dengan hadirnya Benhur Tomi Mano, maka rakyat Papua tidak lagi memilih kotak kosong atau hanya memilih satu pasangan calon, yaitu: Mathius D. Fakhiri dan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen.
Andaikan pemilihan gubernur 2024 di Provinsi Papua hanya menampilkan satu pasangan calon melawan kotak kosong? Maka itu bukan Pemilu namanya. Tidak mungkin orang disuruh memilih yang tidak ada. Kalau memilih, artinya ada dua alternatif untuk dipilih. Kalau hanya satu pasangan calon? Berarti langsung disahkan saja dan dilantik menjadi gubernur tanpa melalui pemilihan umum.
Jika itu yang terjadi? Maka tiga kekuatan besar Indonesia akan memimpin dua kekuatan minoritas di Papua, yaitu: pemerintah pusat, militer dan Islam akan berkuasa mengurus rakyat asli Papua dan Kristen, yang jumlahnya sangat sedikit di negerinya sendiri.
Pemilu kepala daerah serentak di Indonesia telah dilaksanakan pada 27 November 2024 lalu. Hasilnya, pasangan nomor urut satu: Benhur Tomi Mano dan Yeremias Bisai meraih 269.970 suara sah. Sedangkan, pasangan calon Gubernur Papua nomor urut dua: Mathius D. Fakhiri dan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen meraih 262.777 suara sah. Perbedaan perolehan suara antara Tomi Mano dan Mathius Fakhiri adalah sebanyak 7.193 suara.

Melihat perbedaan hasil perolehan suara itu, pasangan nomor urut dua, Mathius D. Fakhiri dan Aryoko Albeto Ferdinand Rumaropen menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi RI di Jakarta.
Dalam persidangan, Mahkamah Konstitusi selain memutuskan dan memerintahkan KPUD Provinsi Papua untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU), juga meminta calon gubernur Papua nomor urut satu, Benhur Tomi Mano mengganti wakil gubernurnya, Yermias Bisai.
Berdasarkan perintah MK itu, Benhur Tomi Mano mengganti Yermias Bisai, dengan Constant Karma menjadi calon Wakil Gubernur Papua periode 2025 – 2030 mendatang.
Constant Karma bukan orang baru datang dalam pentas politik Papua. Dia adalah mantan Wakil Gubernur Papua bersama Gubernur Jacobus Perviddya Solossa pada periode 1999 – 2005. Jacobus Perviddya Solossa dan Constant Karma adalah dua tokoh penting Papua yang menggagas, merumuskan, membahas, memperjuangkan dan akhirnya Undang-Undang Otonomi Khusus bisa diterapkan di Papua untuk mencegah terjadinya kekuasaan pemerintahan yang sewenang-wenang dan represif di Papua.
Dengan pengalaman Constant Karma sebagai mantan Wakil Gubernur dan pernah beberapa kali menjadi peserta Pemilu Gubernur Papua, maka rakyat Papua tak perlu bertanya lagi siapa itu Constant Karma?
Dengan tampilnya dua pasangan calon gubernur Papua: Mathius D. Fakhiri dan Benhur Tomi Mano bersama wakilnya masing-masing ini, maka rakyat Papua akan memilih siapa yang akan menjadi gubernur dan wakil gubernur untuk memimpin Provinsi Papua melalui pemungutan suara ulang pada, 6 Agustus 2025 mendatang.(*