Benggwin Progo, adalah salah satu kampung terpencil di Distrik Kemtuk Kabupaten Jayapura. Kampung yang baru dibentuk pada 1999 ini berada di perbatasan Kabupaten Keerom di sebelah Selatan dan Kota Jayapura di sebelah Timur.
suaraperempuanpapua.com – KAMPUNG Benggwin Progo Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura dihuni masyarakat Suku Elsheng. Jumlah penduduknya sebanyak 50 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 235 jiwa. Mereka menghuni di areal seluas 97,6 hektar. Sekira 98 persen wilayah Benggwin Progo adalah hutan adat. Hutan yang menjadi tempat masyarakat Benggwin Progo berburu, berkebun, bertani, dan beternak.
Kepala Adat Elsheng, Kampung Benggwin Progo, Markus Waimenie mengatakan ada dua marga asli yang menjadi penduduk asli Benggwin Progo. Tidak ada orang lain yang tinggal di kampung ini. Dua marga itu adalah Waimeniei dan Waskay. Ini adalah dua marga asli Suku Elsheng yang tinggal Benggwin Progo.
Warga Suku Elsheng tidak hanya tinggal di Kampung Benggwin Progo Kabupaten Jayapura. Tapi mereka menyebar di wilayah Kabupaten Keerom, Kota Jayapura dan Kabupaten Mamberamo Raya. “Kami Suku Elsheng besar dan kami menyebar di seluruh wilayah adat Tabi”, ujar Markus.
Topografi wilayah Benggwin Progo sebagian besar hutan. Sehingga, masyarakat suka berburu satwa liar. Satwa-satwa yang biasa diburu adalah babi hutan, kasuari, kuskus dan jenis hewan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat Elsheng.
Untuk melindungi wilayah adat Elsheng, maka pada 2018, Ondoafi Elsheng Markus Waimenie menetapkan Peraturan Adat yang berlaku di Kampung Benggwin Progo. Peraturan adat itu melarang orang luar sembarangan masuk berburu, tebang pohon maupun berkebun di wilayah adat Elsheng. Jika ada yang melanggar peraturan adat ini, maka dikenakan sanksi denda uang sebesar 500.000 rupiah.
Sanksi denda sebesar 500.000 rupiah ini dikenakan bagi siapa saja bukan orang Elsheng yang melakukan aktivitas apapun di wilayah adat Elsheng. Seperti pasang jerat, tebang pohon, berburu binatang maupun berkebun.
“Peraturan adat itu dibuat supaya orang luar tidak sembarang masuk berburu tangkap binatang banyak di hutan adat kami. Hanya kami sendiri yang berburu untuk makan sendiri”, tegas Ondoafi Markus Waimenie. Markus berharap peraturan adat ini dapat disinkronkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat.(*)
Penulis: Nesta Makuba