Secara prinsip Majelis Rakyat Papua Selatan tidak menolak investasi. Tapi investasi yang masuk harus pro rakyat. Masyarakat butuh investasi jangka panjang. Karena kalau sesuatu hilang, maka ke depan kondisi kehidupan rakyat akan seperti apa?
suaraperempuanpapua.com – SETIAP wilayah membutuhkan investasi untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan membuka peluang kerja bagi pencari kerja di wilayah yang bersangkutan. Manfaat hadirnya investasi begitu besar. Hal itulah yang mendorong pemilik hak ulayat meminta Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS) segera memproses kelanjutan pembangunan bendungan Kali Muyu yang terhenti akibat ditolak berbagai pihak.
Mendengar usulan itu, Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan, Damianus Katayu, yang memandu dialog penjaringan aspirasi masyarakat di Ninati pada Rabu 7 Februari 2024 menanggapinya dengan mengatakan bahwa, secara prinsip, MRPS tidak menolak investasi. Tapi investasi harus pro rakyat. Kita harus punya pandangan bahwa, pemilik hak ulayat juga adalah pemilik modal.
Para investor punya uang dan kita punya tanah. Maka yang kita harus berpikir dalam nilai investasi itu adalah, investor berapa persen dan pemilik tanah berapa persen? Selama investasi berjalan, pemilik tanah juga sebagai pemilik modal.
Tapi kalau pemilik tanah hanya diberikan kompensasi? Maka akan sangat merugikan pemilik hak ulayat dalam jangka panjang. Maka, kami harus lihat investasi yang pro rakyat itu seperti apa? Hal seperti ini yang MRPS bisa dorong dalam pengaturan investasi di Papua Selatan.

Sekarang saya datang dalam kapasitas Anggota MRP, tapi saya juga pemilik tanah dan anda pemilik modal. Maka kita harus duduk bicara mengenai bagaimana pembagian pemegang saham. Misalnya, dari 100 persen nilai investasi? mari kita bagi, pemilik modal 70 persen dan pemilik tanah 30 persen.
Tapi kalau pemilik tanah hanya diberikan kompensasi? maka pemilik tanah hanya sekali menerima pembayaran dan investor akan menarik kekayaan dan bawa pergi semuanya. Selama perusahaan beroperasi, pemilik tanah tidak akan pernah menerima apa-apa. Tapi kalau penyertaan modal, maka kekayaan kita yang hilang, akan tergantikan dengan penyertaan modal kita sebesar 30 persen selama perusahaan masih berinvestasi di wilayah adat kami.
Secara prinsip saya mendukung pembangunan bendungan Kali Muyu. Tapi pembangunan bendungan itu terkait dengan investasi. Sehingga, jika pemilik tanah itu hanya dikasih kompensasi? Kasihan. Karena, ketika bendungan dibangun di Ninati, akan ada banyak hal yang hilang. Hal apa saja yang akan hilang? Itulah yang masyarakat harus diajak bicara.
Misalnya, dari hasil pembangunan bendungan itu akan menghasilkan energi listrik. Listrik itu akan menghasilkan berapa kilowatt jam atau kilowatt hour (kwh)? Jika yang dihasilkan itu 20 kwh? Maka berapa hasil penjualan dari 20 kwh itu yang masyarakat bisa dapat? Supaya hal-hal yang hilang dari pembangunan bendungan itu bisa tergantikan selama bendungan itu beroperasi.
Saya juga ajak masyarakat berpikir bahwa, ketika Kali Muyu bagian atas ditutup, bagaimana dengan kelangsungan hidup masyarakat Yonggom, Kakaip, Okbari dan Kamindip yang hidup di sepanjang aliran Kali Muyu bagian bawah? Dampak dari pembangunan bendungan adalah semua orang yang hidup di sepanjang daerah aliran Kali Muyu akan menerima dampaknya.
Karena itu, hal-hal semacam ini masyarakat harus diskusikan dengan baik mengenai dampak yang akan timbul setelah dibangunnya bendungan Kali Muyu. Hal-hal apa saja yang akan hilang dan sebagai penggantinya apa? Kalau hal-hal semacam ini sudah dibahas dan disepakti. Maka bendungan silakan dibangun.
Tapi kalau pembangunan bendungan hanya sebatas pemberian kompensasi? Waduh, sayang? Sebab banyak hal yang akan hilang dan banyak orang yang hidup di sepanjang aliran Kali Muyu akan menanggung dampak sepanjang masa.

Maka rencana pembangunan bendungan Kali Muyu perlu dipikirkan secara baik formulasinya seperti apa? Walaupun masyarakat butuh penerangan, tapi masyarakat juga butuh investasi jangka panjang. Karena sesuatu akan hilang dan kehidupan ke depan akan seperti apa?
Secara prinsip kami MRP tidak menolak investasi. Tapi investasi yang masuk harus pro rakyat. Masyarakat butuh investasi jangka panjang. Karena kalau sesuatu hilang, maka ke depan kondisi kehidupan rakyat akan seperti apa? Kalau masyarakat punya saham, maka mereka juga adalah pemilik modal dan mendapat keuntungan dari hadirnya investasi.
Jika masyarakat jadi pemilik modal, maka bisa dirikan sebuah lembaga yang akan mengurus berbagai kebutuhan hidup mereka. Seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lainnya untuk mencegah masyarakat jangan tiap hari datang ke perusahaan minta uang. Karena uang sudah ada dan mereka bisa kelola melalui lembaga itu untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan MRPS di Ninati merupakan perjalanan pertama mereka setelah dilantik menjadi anggota MRP pertama Provinsi Papua Selatan periode 2023–2028. Ada tujuh anggota MRPS yang mengadakan perjalanan pertama ke Kabupaten Boven Digoel, selama empat hari. Dimulai tanggal 5–8 Februari 2024.
Mereka adalah: Pangkrasia Mitkogop Kenweng, Unsur Perempuan. Magdalena Kurufey, Unsur Perempuan. Damianus Katayu, Unsur Agama. Yustinus Wombaki, Unsur Agama. Fransiskus Xaverius Imap Wombon, Unsur Agama. Agustinus Binjap, Unsur Adat serta Agustinus Bulukey, Unsur Adat.(*)