
SKOW, HALAMAN DEPAN BANGSA YANG SARAT MAKNA
SUARAPEREMPUANPAPUA.COM—SIAPA yang menyangka, kalau perjuangan, kesabaran serta ketahanannya menjalani hidup pada akhirnya akan mengantarkannya seseorang pada pencapaian tertinggi dalam jalan hidupnya. Hal ini seperti yang dialami Prof. Dr. Dra. Yosephina Ohoiwutun, MSi, dimana dirinya telah memulai kariernya dari seorang dosen muda dengan jabatan asisten ahli hingga pucak kariernya sebagai seorang guru besar atau profesor.
Dalam kesehariannya, Prof. Dr. Dra Yosephina Ohoiwutun, MSi sering disapa Prof Yosi. Ia termasuk sosok perempuan tangguh yang pantas meraih predikat ini, berkat kegigihannya, kerja keras, kesabaran, dan ketahanannya menghadapi berbagai situasi dalam dunia akademik di Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen).
Ketangguhannya, ini telah mengantarkannya pada tangga jabatan akademik yakni guru besar atau yang lebih mentereng disebut profesor. Untuk menjadi seorang profesor tentu telah melalui jalur panjang dan berliku yang harus ditempuh seorang dosen untuk bisa sampai disana. Itu sebabnya, wanita kelahiran Waonaripi, Mimika pada 18 Juni 1961 ini telah berhasil menunjukkan kemampuan dan kapasitasnya untuk memperoleh jabatan akademiknya sebagai seorang Guru Besar dan sangat menginspirasi bagi kolega dosen muda dan rekan seprofesinya yang sedang berjuang untuk meraih kasta akademik tertinggi di dunia kampus.

Prof Yosi telah berhasil meraih gelar guru besarnya pada bidang Kebijakan Publik bersama tujuh orang rekannya masing-masing: Prof. Dr. Janviter Manalu, MSi; Prof. Dr. Suriani Surbakti, MSi; Prof.Dr.Drs. Akhmad. MSi; Prof. Dr.Suharno, S.Si, MSi; Prof.Dr. Hasmi, SKM, M.Kes; Prof. Dr. Westim Ratang, S.E., M.Si; dan Prof. Dr. Drs. Daniel Lantang, M.Si.
Ketujuh guru besar ini telah menambah barisan baru guru besar Uncen sehingga total guru besar yang dimiliki perguruan tinggi tertua di tanah papua ini berjumlah 46 orang. Tentu saja penambahan ini menjadi kebanggaan tersendiri, karena sejak berdirinya sampai saat ini universitas ini telah memiliki guru besar pada berbagai bidang ilmu.

Prof. Dr. Janviter Manalu, M.Si dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Teknik Sipil pada Fakultas Teknik dengan orasi ilmiahnya berjudul “Pemodelan Sistem Dinamik: Suatu Skenario Pengendalian Pencemaran Lingkungan.; Prof. Dr. Suriani Surbakti, M.Si Guru Besar bidang Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dengan orasi ilmiah berjudul: “Dari Pesisir Hingga Pegunungan Papua: Ekologi dan Biodiversitas sebagai Fondasi Manajemen Sumber Daya Alam Berkelanjutan.”; Prof. Dr. Drs. Akhmad, M.Si Guru Besar Bidang Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), dengan orasi ilmiah berjudul: “Papua Bukan Tanah Kosong: Ekologi, Budaya, dan Perlawanan dalam Bayang-Bayang Kapitalisme Global”; Prof. Dr. Suharno, S.Si., M.Si Guru Besar Bidang Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam (FMIPA), dengan orasi ilmiah berjudul: “Sinergi antara Tumbuhan dan Fungsi Mikoriza Arbuskula dalam Membangun Kesehatan Lingkungan”; Prof. Dr. Hasmi, S.K.M., M.Kes Guru Besar Bidang Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dengan orasi ilmiah berjudul: “Pendekatan Epidemiologi sebagai Pilar Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Papua.” Prof. Dr. Westim Ratang, S.E., M.Si Guru Besar Bidang Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dengan orasi ilmiah berjudul: “Sinergitas Orientasi Pasar, Kewirausahaan, Budaya Kearifan Lokal, dan Pemberdayaan UMKM Papua yang Berdaya Saing; Prof. Dr. Drs. Daniel Lantang, M.Si Guru Besar Bidang Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dengan orasi ilmiah berjudul: “Potensi Basilustingensis sebagai Agen Biokontrol terhadap Vektor Penyakit Menular dan Hama pada Tanaman Pangan.
Prof Yosi menamatkan pendidikan dasarnya (SD-SMP) di Atsy Asmat dan melanjutkan pada SMA Gabungan di Jayapura pada tahun 1980. Selepas pendidikan SMA dirinya melanjutkan pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Cenderawasih pada program Strata nol Ilmu Administrasi Negara Uncen dan kemudian melanjutkan pada program Strata satu Ilmu Administrasi Negara Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 1988. Kemudian melanjutkan program magisternya pada Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada tahun 2000 dan program doktornya pada program Doktor Ilmu Administasi Publik Universitas Negeri Makassar (UNM) tahun 2015.

Selain jejak panjang pendidikan yang dirintisnya, Prof. Yosi pun mendapatkan dukungan utama dari sang suami Drs. Yohanis Maturbongs, M.Hum (alm) bersama anak-anak dr. Gevanski Hermanov Maturbongs; Graciano Aristides Maturbongs, S.Farm. Apt.; Brigita Rosanti Maturbongs, S. Tr.Keb; Theresia Cleopatra Valensia aturbongs, S.Psi dan menantunya : dr. Anastasia Rien Hutabarat bersama cucunya Luvino Yohanes Pio Maturbongs dan kedua orang tuanya Gerardus Petrus Ohoiwutun (alm) dan ibunda Leonita Letsoin (alm).
Dari dukungan keluarganya ini, Prof Yosi merintis karier dan pekerjaannya sejak tahun 1989 sebagai dosen tetap pada program studi ilmu Administrasi Publik Fisip Universitas Cenderawasih (Uncen). Pernah menduduki jabatan sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi pada Fisip Uncen pada tahun 1994-1997, lalu tahun 2000-2005 dipercayakan sebagai Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fisip Uncen. Selain itu, dipercayakan sebagai pengelola kelas kerjasama Fisip Uncen dan Pemkab Mimika tahun 2005-2008 dan tahun 2009-2010 menduduki jabatan sebagai Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Uncen. Pada tahun 2015 seusai menyelesaikan program doktornya ia dipercayakan untuk mengajar pada Program Doktor Ilmu Sosial Uncen dan ditetapkan sebagai Dosen Homabase Program Magister Administrasi Publik (MAP) Uncen dan juga sebagai tutor pada program studi MAP Universitas Terbuka Jayapura. Tahun 2016-2019 dipercayakan sebagai Sekretaris Program Doktor Ilmu Sosial Pascasarjana Uncen. Memasuki tahun 2020 kembali Prof Yosi dipercayakan sebagai Ketua Program Studi MAP Pascararjana Uncen dan sejumlah jabatan strategis lainnya seperti pada organisasi profesi Indonesia Association for Public Administration (IAPA). Disini dirinya dipercayakan sebagai anggota tim pengurus pusat (DPP) untuk dua periode sekaligus yakno periode 2020-2022 dan 2023-2025.
Selain asosiasi profesi, sejak tahun 2021-2025 profesor Yosi, banyak dipercayakan pemerintah daerah terlibat dalam berbagai proses seleksi jabatan pimpinan tinggi pratama pada Kabupaten Mimika (2020 dan 2021), Kabupaten Pegunungan Bintang (2020), Kabupaten Lanny Jaya (2020), Kabupaten Marauke (2021), Kabupaten Nabire (2022), Kabupaten Yalimo (2022), Kabupaten Puncak Jaya (2023), Kabupaten Boven Digul (2024) dan Provinsi Papua (2024-2025).
Disamping sibuk berkarier Profesor Yosi pun tak pernah sepi dalam menghasilkan karya-karya akademik. Penelitian, pengabdian pun tak pernah surut dari hidupnya. Hal ini terlihat dari deretan karya-karya akademik yang telah dipublikasikan pada berbagai jurnal ilmiah bertaraf internasional, diantaranya adalah : Engaging stakeholders in policy decision-making for food security governance : identification, preception and contibution. Corporate governance and organitional behavior review, 2024; Dissemination of regional legal product “ Socialization of regulation No. 10/2018 on the protection and empowerment of local traders at Hamadi Central Market, Jayapura. Indonesian Journal of community Services and engagement 4(2), 148-154. 2024; Development of the Indonesia-Papua New Guinea Interstate Border. Internasional Jurnal of Sustainable Development and Planning, 2023; The Role of the Central and regional Governments of Indonesia in the Indonesia-Papua New Guinea Border Development Policy. Jurnal Revista Brasileira de Politicas Publicas, 2023; Implementasi Kebijakan Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (e-lapor) Dalam pelayanan pada Dinas Kominfo Kabupaten Jayapura. Jurnal Kebijakan Publik 6(1) 23-34, 2023; Electronic-based service Innovation: Evidence from the Jayapura city Population Civil registration office, Indonesia; Social Determinant Anda the Health Behavior of Indigenous Asmat Society, Enferneria Clinica, Elsevier, 2020; The Implementation of Hospital Ethics in the public services at Abepura Provincial Hospital, Jayapura, Mediterranean Jurnal of Social Science Vol. 71 1 Januari 2016 Rome Italy; The Implementation policy of the national community empowerment proram (PNPM) at Masela Distric office Enrekang regency. The Internasional Juornal of Humanity vol. 3 No. 1 (2015) Februari.
Dari sekian karya-karyanya yang spektakuler, dirinya memilih topik orasi ilmiah yang disampaikannya pada peneguhan guru besar bersama ketujuh rekannya yang diberi judul : “Pendekatan Dan Implementasi Kebijakan Dalam Pengembangan Kawasan Perbatasan RI-PNG Di Skow Distrik Muara Tami Kota Jayapura”.
Dalam pembukaan orasi ilmiahnya, Profesor Yosi, mengajak hadirin untuk sejenak berimajinasi kalau hadirin sedang berdiri di Skow—yang diibaratkan sebuah pintu gerbang Indonesia yang dapat melihat secara bebas dan terbuka dengan Papua Nugini sebagai sebuah negara tetangga. “Disinilah bendera merah putih berkibar sebagai tanda batas, tetapi kehidupan masyarakat kita masih menyisakan beragam cerita tentang peluang, tantangan, dan harapan besar”, tuturnya sambil menatap penuh haru.

Dilanjutkannya, kawasan perbatasan ini bukan sekedar garis di peta, melainkan sebuah ruang perbatasan yang hidup—tempat berlangsungnya interaksi sosial, ekonomi, dan budaya. Dari sinilah wajah Indonesia diperlihatkan kepada dunia luar, terutama Papua Nugini. Dengan demikian, perbatasan tidak hanya berarti border line, melainkan juga frontier of development—halaman depan bangsa yang sarat makna, tempat pertama kali orang menilai: apakah Indonesia benar-benar mampu menghadirkan kesejahteraan bagi rakyatnya, ataukah hanya sibuk menjaga pagar dan pos militer.
Mengapa Perbatasan Penting?
Dalam literatur kebijakan publik, kawasan perbatasan sering dikategorikan sebagai wilayah pinggiran (peripheral area). Konsekuensinya, ia kerap terabaikan dibandingkan kota-kota besar yang dianggap lebih produktif. Padahal, bagi masyarakat Skouw dan Muara Tami, perbatasan adalah ruang hidup: tempat berdagang, bertani, membangun jejaring sosial, dan menyekolahkan anak-anak mereka. “Jika area ini dipandang hanya dari kacamata keamanan (security approach), maka kita melupakan dimensi pembangunan manusia (human development).
Cerita Tentang Potensi
Distrik Muara Tami adalah distrik terluas di Kota Jayapura, yakni 626,7 km². Namun jumlah penduduknya paling sedikit, hanya 18 ribuan jiwa. Dari enam kampung yang ada, hanya satu kampung yang masuk kategori “Desa Maju” menurut Indeks Desa Membangun (IDM). Artinya, indikator kemandirian desa masih rendah. Namun secara akademis, kondisi ini disebut sebagai paradoks pembangunan: wilayah kaya sumber daya alam, tetapi belum berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Ada sagu, jagung, perikanan, dan potensi perdagangan lintas batas. Jika dimobilisasi dengan strategi pembangunan berbasis sumber daya lokal, kawasan ini bisa menjadi lokomotif ekonomi baru di Timur Indonesia.
Apa yang Sudah Dilakukan?
Secara empiris, pemerintah telah merespons dengan berbagai program yang tercantum dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Perbatasan Negara di Aruk, Motaain dan Skouw dimana telah ada pembangunan jalan, Terminal Barang Internasional, SPBU, pasar rakyat, hingga fasilitas pengolahan hasil pertanian. Namun, teori implementasi kebijakan (Jones, 1984) mengingatkan kita: kebijakan tidak hanya soal output fisik, tetapi juga outcome bagi masyarakat. Pertanyaannya: apakah pembangunan ini benar-benar meningkatkan kapabilitas masyarakat lokal (local capacity building)? Terhadap pertanyaan tersebut Profesor Yosi menyebutkan pendekatan-pendekatan untuk membangun kawasan perbatasan yang dikutibnya dari Wu (2021) bahwa untuk mendukung regulasi sebagaimana disebutkan tadi bahwa perlu ada tiga pendekatan penting untuk mengembangkan kawasan perbatasan yaitu pengembangan yang berfokus pada pembangunan fisik (Infrastructure-led development); memberi ruang bagi sektor swasta (Investment-led development); dan pendekatan yang mengedepankan regulasi dan sinergi kebijakan (Policy-led development).

Menurut Profesor Yosi, ketiga pendekatan ini, jika hanya berjalan sendiri-sendiri, tidak cukup. Diperlukan sebuah model hibrida yang menekankan kolaborasi multipihak (multi-stakeholder collaboration), agar pembangunan tidak sekadar menara gading, tetapi menjadi pembangunan inklusif dan berkelanjutan (inclusive and sustainable development).
Kendati demikian, dirinya mengatakan bahwa masih ada harapan untuk itu, meski dihadapan kita ada policy gap atau kesenjangan kebijakan yang dipandangnya sebagai tantangan. Baginya Pemerintah daerah belum dilengkapi kewenangan penuh, bahkan investorpun tampak ragu berakselerasi karena minimnya infrastruktur komunikasi, dan isu keamanan yang terus membayangi.
Untuk itu, dalam perspektif teori pembangunan partisipatif, dirinya menyebutkan bahwa justru dukungan masyarakat lokal menjadi modal sosial (social capital) yang paling kuat. Potensi sumber daya alam yang melimpah adalah Keunggulan komparatif yang bila dikelola dengan prinsip good governance, akan menjadi Keunggulan Kompetitif untuk memajukan Skow sebagai pintu gerbang sekaligus tapal batas wilayah RI-PNG di Timur Indonesia.
Pesan Utama
Dari riset yang dilakukannya sebenarnya ada pesan yang perlu ditegaskan bahwa model pengembangan yang sesuai bagi Skouw adalah memanfaatkan paradigma pembangunan ekonomi daerah berwawasan lingkungan (eco-local economic development). Hal ini dapat diwujudkan dengan mengintegrasikan tiga aspek sekaligus yakni aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan. Artinya, dari perspektif ekonomi perlu diciptakan lapangan kerja baru dengan melipatgandakan investasi produktif, sementara dari aspek sosial perlu meningkatkan kualitas hidup masyarakat perbatasan dengan tetap melihat kekayaan nilai budaya yang dimilikinya serta mendorong terselenggaranya pendidikan yang bermutu, serta memastikan keberlanjutan ekosistem sebagai aspek lingkungan yang tidak boleh disepelekan. “Dengan kata lain, pembangunan bukan hanya soal pertumbuhan (growth), tetapi juga soal keseimbangan (equity) dan keberlanjutan (sustainability).” Ujarnya mantap.
Dari pemaparan teori dan penjabarannya yang dibungkus dalam kajian bernuansa akademik ini, Profesor Yosephina Ohowutun mau mengajak semua pihak untuk memberi perhatian pada pendekatan dan Implementasi kebijakan yang memperhitungkan keseimbangan dan keberlanjutan dalam pengembangan kawasan perbatasan RI-PNG di Skow Distrik Muara Tami, tanpa membiarkan kebijakan pada sektor pendidikan. Karena baginya pendidikan merupakan bagian inheren dari kebijakan publik yang mampu mengubah jalan hidup dan karier seseorang. Itu sebabnya, kualitas hidup masyarakat di kawasan perbatasan perlu mendapat perhatian penuh, karena kebijakan publik yang dibuat dalam beragam bentuk selalu bermuara pada keteraturan dan ketertiban masyarakat itu sendiri, terutama kesejahteraannya. Sehingga dengan pendekatan yang ada setidaknya Skow dapat menjadi gerbang utama yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat di Kawasan Timur Indonesia *(tspp/gm)
