Sebanyak empat jurnalis dari media berbeda yang sedang meliput aksi massa di Nabire mengalami tindakkan sewenang-wenang oleh anggota Kepolisian Resor Nabire. Mereka mengalami: kartu pers dirampas dan ditahan, merampas handphone menghapus foto dan video, menghalangi wartawan tidak meliput aksi massa, dipukul serta dikatakan wartawan anjing. Polisi bilang, “wartawan anjing ko”.
suaraperempuanpapua.com – TINDAKKAN sewenang-wenang terhadap empat jurnalis oleh polisi di Nabire terjadi pada Jumat, 5 April 2024 sekira pukul 8 pagi hingga pukul 10.00 pagi di beda tempat dengan bentuk tindak kekerasan yang beda pula.
Keempat wartawan yang mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi adalah Elias Douw, Wartawan Wagadei.id. Kristianus Degey, Wartawan Seputarpapua.com. Yulianus Degey, Wartawan Tribunnews Papua.com serta Melkianus Dogopia, Wartawan Tadahnews.com. Berikut kronologi tindak kekerasan yang dialami oleh empat wartawan di Kabupaten Nabire.

Wartawan Wagadei.id, Elias Douw menceriterakan kronologi kejadian yang dialaminya bahwa, pada pukul 8 pagi dia datang ke titik kumpul massa yang mau aksi di Pasar Karang Tumaritis Nabire untuk meliput. Di sana sudah ada anggota polisi, yang kemudian menanyakan, “ko dari perskah? atau media mana”? sekira 23 menit kemudian aparat gabungan tentara dan polisi melepas gas air mata sebanyak lima kali ke arah titik kumpul massa. Setelah itu terjadi keributan antara massa dan aparat keamanan gabungan.
Pukul 08.14 pagi, Elias berdiri di depan Toko Dwi Jaya di Pasar Karang Tumaritis, lalu datanglah empat anggota polisi dan meneriakkan kata-kata, “wee anak kecil ko pulang. Ko bikin apa di sini”? Ada satu anggota polisi berbaju hitam juga bilang, “wee ko pulang. Ko pulang ke rumah”.
Keempat anggota polisi itu juga membawa rotan hendak memukul Elias. Sehingga, dia takut, dan lari. Polisi juga turut lari mengejarnya, tapi tidak dapat. Jika Elias tetap berada di situ, kemungkinan dia bisa dipukul atau dianiaya. Sebab, melihat sikap polisi saat itu, sangat menakutkan.
Wartawan Seputarpapua.com, Kristianus Degey. Sekira pukul 8 pagi, tiba di depan Rumah Sakit Umum Daerah Nabire untuk meliput aksi massa yang digelar oleh mahasiswa bersama masyarakat. Aksi itu dilakukan sebagai protes atas video penganiayaan dua pemuda Papua Kabupaten Puncak di dalam drum yang dilakukan oleh anggota tentara Indonesia, yang menghebohkan jagat maya.

Setibanya di lokasi, Kristianus mengambil handphone untuk foto dan memvideokan aksi itu. Namun beberapa anggota polisi mendekatinya dan bertanya, “anjing ko bikin apa”? Video dan foto cepat dihapusnya.
Saat itu, Kristianus sudah memperkenalkan dirinya bahwa dia wartawan dengan memperlihatkan kartu identitas pers di dada. Tapi mereka tak peduli, malah anggota polisi itu merampas handphonenya dan menahannya lalu mengatakan, “nanti ko datang ambil di Polres ya”? Anggota polisi juga menanyakan Kristianus, “kau mau bikin apa ambil video dan foto? Otak! Kau pulang sana. Babi”. Mereka berkata dengan penuh emosi.
Saat itu juga, polisi mengangkut dan menghalau massa ke kantor polisi Nabire. Kristianus Degey juga ikut ke kantor polisi untuk ambil handphonenya. Ternyata, polisi tahan kartu identitas persnya, lalu polisi bilang dia, “kau tidak boleh liput dan kau keluar dari tempat ini. Kau cepat keluar tidak perlu kau liput”.
Mendengar ucapan polisi itu, Kristianus Degey sangat kecewa atas tindakan polisi Nabire yang melarang wartawan meliput aksi massa. Ia mempertanyakan, sebenarnya ada apa? sehingga polisi larang wartawan meliput demontrasi di Nabire hari ini?
Wartawan Tribunnews Papua.com, Yulianus Degey. Dikeroyok sejumlah anggota polisi saat meliput demo di daerah Wadio, Nabire. Saat itu, dia sedang meliput aksi massa di depan Hotel Jepara 2 Wadio.
Lalu, polisi datang tanya, “ko siapa?” Yulianus jawab, “saya wartawan”, sambil menunjukkan kartu pers. Tapi polisi tak peduli, empat anggota polisi mendekatinya lalu memukul di bagian kepala. Polisi juga merampas handphone milik Yulianus Degey, yang saat itu sedang siaran langsung aksi massa melalui Facebook. Handphonenya masih di tangan polisi.

Tindakan kekerasan oleh polisi juga dialami Wartawan Tadahnews.com, Melkianus Dogopia saat meliput aksi massa di Nabire pada Jumat 5 April 2024.
Siang itu pukul, 12.30, dia hendak masuk ke titik kumpul massa di Jepara 2. Kondisinya, polisi sudah blokade jalan masuk. Sehingga konsentrasi massa dan aparat keamanan terbagi dua titik. Yaitu, massa melakukan aksi di bagian Gunung Wadio, sementara aparat keamanan gabungan tentara dan polisi terkonsentrasi di bagian perempatan depan Hotel Jepara 2. Truk Dalmas pengangkut pasukan dan mobil watercanon juga diparkir di sana.
Melihat keadaan itu, Melianus bertemu dengan seorang polisi untuk bertanya. Tapi sebelum bertanya, polisi itu malah meminta Melkianus, “kembali, balik. Di sini sudah tidak bisa lewat. Mau bikin apa? pulang ke rumah”. Walau Melkianus sudah menunjukkan kartu pers, dan surat tugas. Tapi, polisi itu tak mempedulikannya, malah menyuruh Melkianus balik.
Situasi pun berubah menjadi anarkis. Polisi bertindak brutal membubarkan massa secara paksa. Anggota polisi yang lain berteriak dengan suara keras meminta Melkianus balik arah. “Ini keadaan sudah berubah jadi kriminal. Jadi, kamu balik saja. Tidak ada ambil-ambil berita di sini”.(*)