Pemerintah Indonesia memperkosa budaya bangsa Papua dalam menyambut kunjungan Paus Fransiskus di Jakarta, dengan serta-merta menggunakan atribut budaya orang asli Papua.
suaraperempuanpapua.com – PAUS Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik se-dunia saat berkunjung ke di Indonesia di Jakarta, pada 3 September 2024 lalu, Pemerintah Indonesia membohongi Paus dengan menggunakan atribut budaya Papua, tanpa menghadirkan orang asli Papua sebagai pemilik atribut budaya tersebut.
Di sana terlihat dengan sangat jelas, bahwa ketika Paus turun dari tangga pesawat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta, Paus dijemput oleh kedua anak Suku Jawa yang mengenakan atribut budaya dari dua suku yang berbeda. Seorang anak mengenakan atribut budaya Betawi, dan seorang anak lainnya mengenakan atribut budaya Papua. Keduanya berdiri di bawah tangga pesawat yang dituruni Paus Fransiskus.
Pengenaan atribut budaya suku lain oleh bukan pemiliknya yang ditunjukan Pemerintah Indonesia kepada Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik se-dunia tersebut, merupakan pembohongan terhadap Paus dan publik di seluruh dunia. Karena penggunaan atribut budaya Papua di depan tokoh besar Gereja Katolik di seluruh dunia bukan dikenakan oleh pemilik atribut budaya tersebut.

Penggunaan atribut budaya Papua bukan oleh orang Papua merupakan pemerkosaan terhadap adat-istiadat orang Papua. Jika bukan orang Papua yang mau mengenakan atribut budayanya sendiri, maka orang dari suku lain yang mengenakan atribut budaya, harus mendapat mandat dari orang Papua. Atau kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Indonesia dan orang Papua.
Saya sebagai tokoh Pembela HAM orang Papua, hendak bertanya kepada Pemerintah Pusat, apakah penggunaan atribut budaya suku lain bukan oleh pemiliknya, bisakah pemerintah menunjukannya kepada publik? Ini merupakan pembohongan.
Saat kunjungan Paus ke Indonesia, atribut budaya orang Papua digunakan oleh orang lain, dan orang Papua hanya menonton atribut budayanya dikenakan oleh orang dari suku lain.
Mestinya, Pemerintah Indonesia harus jujur menunjukkan budaya orang Jakarta, bukan menunjukan budaya orang Papua. Karena, dalam kunjungan Paus itu, orang asli Papua tidak dilibatkan dalam acara kunjungannya.
Saya berharap enam lembaga Majelis Rakyat Papua di Tanah Papua memperhatikan hal ini. Karena MRP mempunyai kewenangan dan tugas untuk mengatur, mengawasi dan melestarikan budaya dan adat-istiadat Papua untuk mencegah budaya dan adat-istiadat orang Papua tidak diperkosa oleh orang lain.

Saya sangat heran, seluruh lembaga MRP di Tanah Papua, tidak memperhatikan budaya Papua yang sedang diperkosa oleh Pemerintah Pusat.
Dalam Firman Tuhan 1 Korintus 3:18, menyatakan: “Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat.” Sehingga Pemerintah Indonesia tidak melakukan penipuan terhadap Paus Frasiskus, pemimpinan tertinggi Gereja Katolik se-dunia.
Berikut saya cantumkan beberapa ayat Kitab Suci terkait pembohongan terhadap publik, yaitu: Imamat 19:11, “Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya.” Amsal 14:5, “Saksi yang setia tidak berbohong, tetapi siapa menyembur-nyemburkan kebohongan, adalah saksi dusta”.
Amsal 19:5, “Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar.” Amsal 21:28, “Saksi bohong akan binasa, tetapi orang yang mendengarkan akan tetap berbicara.” Amsal 29:12, “Kalau pemerintah memperhatikan kebohongan, semua pegawainya menjadi fasik.”(*
THEO HESEGEM. Refleksi Kunjungan Paus ke Indonesia
Wamena, 9 September 2024
- Pembela HAM
- Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua.
- Ketua Forum Pemberantasan Miras dan Napza Provinsi Papua