suaraperempuanpapua.com – SETELAH dilantik dan membentuk seluruh alat kelengkapan kelembagaan, Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS) melakukan kunjungan kerja pertama ke tiap wilayah pemilihan untuk menjaring aspirasi rakyat ke: Asmat, Boven Digoel, Mappi dan Merauke. Perwakilan unsur dalam MRP terdiri dari wakil: Perempuan, Agama dan Adat. Khusus perwakilan MRPS Boven Digoel untuk pertama kalinya melakukan penyerapan aspirasi di Distrik Ninati sebagai pusat peradaban dan pekabaran Agama Katolik di wilayah Kati dan Wambon.
Setelah menyerap aspirasi di Ninati, MRPS perwakilan Boven Digoel melakukan sosialisasi kepada pemerintah, tokoh-tokoh dan lembaga masyarakat adat di Tanah Merah. Bagaimana proses penyerapan aspirasi di Boven Digoel dan bagaimana kerja MRPS kedepan? Berikut petikan wawancara Paskalis Keagop dari suaraperempuanpapua.id dengan Ketua MPRS, Damianus Katayu di Tanah Merah, pada Kamis, 8 Februari 2024 lalu.
Bagaimana dengan perjalanan penyerapan aspirasi rakyat di Ninati dan Tanah Merah?
Agenda kerja MRP yang pertama ini, kami mulai dengan sosialisasi ke rakyat. Sebelum menjaring aspirasi, kami rapat sepakati beberapa hal. Pertama terkait dengan Pemilu Rabu 14 Februari 2024, itu perlu kami kawal, sehingga kegiatan sosialisasi kami hanya pusatkan di pusat kota kabupaten. Dari sisi penganggaraan, DPA MRPS belum cair. Sehingga kami bertemu gubernur Papua Selatan dan minta kebijakan gubernur bantu dengan dana talangan. Sehingga kami bisa turun ke wilayah-wilayah pemilihan, yaitu ke: Asmat, Boven Digoel, Mappi dan Merauke.
Kunjungan kerja MRPS yang pertama ke Boven Digoel ini, kami pusatkan di Ninati untuk penyerap aspirasi dan meminta masukkan-masukkan dari rakyat. Ninati jadi tempat pertama kunjungan kerja MRPS, karena: 1) Ninati adalah pusat peradaban dan penyebaran agama Katolik di wilayah Kati dan Wambon. 2) Kedepan Ninati akan berkembang karena ada Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Sehingga, kita harus menyerap aspirasi dan memberikan penguatan kepada rakyat.
Karena jika kedepan PLBN ini berkembang, maka arus barang dan jasa akan masuk ke wilayah Ninati. Jika tidak diprotesksi dengan baik, maka rakyat bisa tersisi. Sehingga, bagaimana keadaan kedepan? Kita perlu sampaikan kepada rakyat Ninati dan masyarakat Kati secara umum di wilayah perbatasan RI dan Papua New Guinea.
Setelah dari Ninati, sosialisasi dilakukan juga di Tanah Merah atas permintaan Lembaga Masyarakat Adat. Tapi kami minta, jangan hanya LMA, tapi harus bersama tokoh-tokoh masyarakat lain. Seperti tokoh perempuan, adat dan agama. Sehingga, saya minta Bupati Hengki Yaluwo untuk fasilitasi. Akhirnya, puji Tuhan kegiatan sosialisasi hari ini, Kamis 8 Februari 2024 bisa terlaksana di Aula Kantor Bupati Boven Digoel di Tanah Merah.
Dalam sosialisasi itu, ada banyak persoalan yang disampaikan msasyarakat. Berbagai persoalan yang disampaikan itu, akan kami rumuskan menjadi pokok-pokok pikiran MRPS, kemudian akan diteruskan dan dikawal ke Organisasi-organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis pengelola dana Otsus di Provinsi Papua Selatan dan Kabupaten Boven Digoel.

Apa agenda pertama MRPS setelah dilantik?
Agenda pertama MRPS setelah pelantikan adalah kami melakukan pembenahan-pembenahan kelembagaan secara internal. Hal pertama yang dilakukan adalah mengikuti bimbingan teknis, melakukan studi banding ke MRP induk di Jayapura untuk mendengar masukkan-masukkan dari MRP. Walaupun anggota MRP belum terpilih, tapi secara kelembagaan, sekretariatnya ada. Sehingga mereka bisa menjelaskan bagaimana perjalanan MRP selama ini.
Setelah itu, kami lakukan studi banding secara internal, yaitu membuat tata tertib MRPS, pembentukan alat kelengkapan MRPS, dan pelantikan alat kelengkapan MRPS pada 29 Desember 2023 tanpa wakil-wakil ketua MRP. Kemudian dilakukan pelantikan pimpinan kelomok-kelompok kerja MRPS, yaitu, Pokja Perempuan, Pokja Adat, Pokja Agama serta pimpinan dewan kehormatan MRPS, dan pada awal 2024 ini, kami mulai dengan penyerapan aspirasi masyarakat ke tiap wilayah pemilihan.
Masalah apa yang paling dominan dalam penjaringan aspirasi rakyat saat ini?
Aspirasi yang paling dominan disampaikan rakyat adalah masalah pendidikan. Tapi bagi saya dari semua masalah itu, bukan hanya pendidikan, tapi juga infrastruktur, ekonomi dan kesehatan juga menjadi hal serius di Boven Digoel dan Papua Selatan. Masalah infrastruktur seperti jalan dan jembatan menjadi perhatian dalam penyampaian aspirasi.
Masalah kesehatan saya belum dengar dalam penyampaian aspirasi, walaupun di Ninati disampaikan tentang pola hidup sehat. Tapi bagi saya, yang terpenting adalah bagaimana manusia Boven Digoel itu bisa menerima sebuah perubahan. Dengan perubahan, berbagai program pembangunan itu, mereka juga bisa tahu mana yang menjadi hak-hak mereka sesuai dengan potensi dan kemampuan rakyat. Tapi juga mana yang menjadi hak-hak mereka yang bisa misalnya bagaimana dengan kualitas jalan, dan jembatan.
Kita tidak perlu baku tarik mengenai jalan hanya dengan alasan dusun dan lainnya. Tapi bagaimana akses jalan dan jembatan bisa dibangun dengan kualitas terbaik. Kita bisa lihat saja di wilayah Mindiptana, akses jalan dalam kota distrik sampai ke wilayah Muyu lainnya sangat buruk dan hancur-hancuran.
Dari perjalanan kami ke Mindiptana sampai ke Amuan dan dari aspirasi yang disampaikan masyarakat bahwa kondisi infrastruktur jalan dan jembatan mulai dari dalam ibukota Distrik Mindiptana sampai ke kampung-kampung di sekitarnya sangat hancur-hancuran. Kondisi itu terjadi karena terjadi tarik-menarik di antara para pihak yang berkepentingan.
Bagi saya, silakan baku tarik. Kalau mau kerja, silakan. Tapi kualitas pembangunan infrastrukturnya harus baik. Kalau kita tidak mampu membangun yang baik, maka percayakan kepada perusahaan-perusahaan yang sudah berpengalaman dalam membangun jalan dan jembatan supaya kualitas infrastruktur di wilayah Kati dan Boven Digoel bisa lebih baik. Jangan sampai hanya karena kepentingan-kepentingan kemudian mengorbankan kepentingan rakyat yang lebih besar. Kepentingan rakyat harus diutamakan dalam pembangunan di wilayah Kati.
Saat ini, khusus di wilayah Merauke dan Boven Digoel menjadi basis investasi. Tapi pemilik hak ulayat tolak investasi. Bagaimana MRPS akan menyikapinya?
Secara prinsip, MRPS tidak menolak investasi. Tapi investasi harus pro rakyat. Kita harus punya pandangan bahwa, pemilik hak ulayat juga adalah pemilik modal. Para investor punya uang dan saya punya tanah. Maka yang kita harus berpikir dalam berinvestasi itu, investor berapa persen dan pemilik tanah berapa persen? Selama investasi berjalan, pemilik tanah juga sebagai pemilik modal.
Tapi kalau pemilik tanah hanya diberikan kompensasi? Maka akan sangat merugikan pemilik hak ulayat dalam jangka panjang. Maka, kami harus lihat investasi yang pro rakyat itu seperti apa? Hal seperti ini yang MRPS bisa dorong dalam pengaturan investasi di Papua Selatan.
Sekarang saya datang dalam kapasitas Anggota MRP, tapi saya juga pemilik tanah dan anda pemilik modal. Maka kita harus duduk bicara mengenai bagaimana pembagian pemegang saham. Misalnya, dari 100 persen nilai investasi? mari kita bagi, pemilik modal 70 persen dan pemilik tanah 30 persen. Tapi kalau pemilik tanah hanya diberikan kompensasi? maka pemilik tanah hanya sekali menerima pembayaran dan investor akan menarik kekayaan dan bawa pergi semuanya. Selama perusahaan beroperasi, pemilik tanah tidak akan menerima apa-apa. Tapi kalau penyertaan modal, maka kekayaan kita akan hilang, tapi akan tergantikan selama perusahaan masih berinvestasi di wilayah adat kami.
Di Ninati, pemilik hak ulayat mendukung pembangunan bendungan Kali Muyu, tapi yang lain tolak. Anda sebagai orang asli di wilayah Kali Muyu, bagaimana menyikapi perbedaan pandangan ini?
Saya mendukung pembangunan bendungan di Kali Muyu. Tapi pembangunan bendungan itu terkait dengan investasi. Sehingga, jika pemilik tanah itu hanya dikasih kompensasi? Kasihan. Karena, ketika bendungan dibangun di Ninati, akan ada banyak hal yang hilang. Hal yang akan hilang itu apa? Maka masyarakat harus diajak bicara.
Misalnya, dari hasil pembangunan bendungan itu akan menghasilkan energi listrik. Listrik itu akan menghasilkan berapa KWH? Jika yang dihasilkan itu 20 KWH, maka berapa hasil penjualan dari 20 KWH itu masyarakat bisa dapat? Supaya hal-hal yang hilang dari pembangunan bendungan itu masyarakat bisa dapat selama bendungan itu beroperasi.
Saya juga ajak masyarakat berpikir bahwa, ketika Kali Muyu bagian atas ditutup, bagaimana dengan kelangsungan hidup masyarakat Yonggom, Kakaip, Okbari dan Kamindip yang hidup di sepanjang aliran Kali Muyu bagian bawah? Dampak dari pembangunan bendungan adalah semua orang yang hidup di daerah aliran Kali Muyu akan menerima dampaknya.
Karena itu, hal-hal semacam ini masyarakat harus diskusikan dengan baik mengenai dampak yang akan timbul setelah dibangunnya bendungan Kali Muyu. Hal-hal apa saja yang akan hilang dan sebagai penggantinya apa? Kalau hal-hal semacam ini sudah dibahas dan disepakti. Maka bendungan silakan dibangun. Tapi pembangunan bendungan hanya sebatas pemberian kompensasi? Waduh, sayang? Sebab banyak hal akan hilang dan banyak orang yang hidup di sepanjang aliran Kali Muyu akan menanggung dampak sepanjang masa.
Maka rencana pembangunan bendungan Kali Muyu perlu dipikirkan secara baik formulasinya seperti apa? Walaupun masyarakat butuh penerangan, tapi masyarakat juga butuh investasi jangka panjang. Karena sesuatu akan hilang dan kehidupan ke depan akan seperti apa?
Secara prinsip kami MRP tidak menolak investasi. Tapi investasi yang masuk harus pro rakyat. Masyarakat butuh investasi jangka panjang. Karena kalau sesuatu hilang, maka ke depan kondisi kehidupan rakyat akan seperti apa? Kalau masyarakat punya saham, maka mereka juga adalah pemilik modal dan mendapat keuntungan dari hadirnya investasi. Jika masyarakat jadi pemilik modal, maka bisa dirikan sebuah lembaga yang akan mengurus berbagai kebutuhan hidup mereka. Seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lainnya untuk mencegah masyarakat jangan tiap hari datang ke perusahaan minta uang. Karena uang sudah ada dan mereka bisa kelola melalui lembaga itu.
Kewenangan MRP berdasarkan peraturan pemerintah sangat terbatas. Sementara aspirasi rakyat melampaui kewenangan MRPS. Bagaimana MRP menyikapinya?
Ada lima kewenangan yang diberikan pemerintah kepada MRP. 1) Memberikan pertimbangan dan persetujuan keaslian orang Papua bagi pasangan calon gubernur Papua. 2) Memberikan saran dan pertimbangan terhadap Raperdasus. 3) Memberikan saran dan pertimbangan terhadap investasi. 4) Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi rakyat asli Papua. 5) Memberikan pertimbangan dan rekomendasi kepada calon anggota DPRD provinsi dan kabupaten jalur otonomi khusus.
Dari kelima kewenangan itu, masih hanya bersifat memberikan pertimbangan dan persetujuan. Maka kewenangan MRP masih sangat terbatas. Sehingga, jika dalam pembahasan dana Otsus, MRP diberi kewenangan memberikan persetujuan terhadap perencanaan pengelolaan dana Otsus? Itu, kami kuat. Tapi inikan MRP hanya sebatas memberikan pertimbangan dan rekomendasi, itu kami tidak kuat.
Memang dari segi kewenangan MRP sangat terbatas. Tapi bagi saya, kalau itu kita bisa dorong secara maksimal, itu luar biasa. Tapi kewenangannya hanya sebatas memberikan pertimbangan dan rekomendasi itu, MRP sangat tidak kuat.

Artinya, MRPS masih bisa dorong perluasan kewenangan?
Ya. Kewenangan MRP masih bisa diperluas. Karena akan didorong perubahan peraturan pemerintah mengenai pembentukan MRP. Kementerian Dalam Negeri di Jakarta sudah menyarankan bahwa setelah terbentuknya MRP di seluruh Tanah Papua, maka akan dibentuk Asosiasi MRP se-Tanah Papua untuk bagaimana membuat pokok-pokok pikiran terkait dengan perubahan peraturan pemerintah. Salah satu pokok pikiran yang akan kami dorong adalah mengenai kewenangan MRP.
Kalau MRP hanya sebatas memberikan pertimbangan? Maka MRP tidak akan bekerja maksimal, karena kewenangan kita terbatas. Nanti masyarakat bilang MRP gagal. Kalau sudah begitu, nanti kita saling tuding. Jika kewenangan MRP itu diperluas dan diberikan, maka akan terbangun jaminan kepercayaan rakyat Papua terhadap MRP. Dan bagi saya, Jakarta tidak perlu ragu terhadap Papua dan MRP. Sebab kami Majelis Rakyat Papua sudah komitmen untuk mengawal otonomi khusus. Maka, kami butuh kewenangan untuk melakukan itu.
Dalam tatap muka MRPS dengan rakyat di Ninati dan Tanah Merah, tak satupun perwakilan pemerintah kabupaten yang hadir. Padahal, bicara dana Otsus dan pengelolaannya, mereka yang kelola. Kenapa mereka tidak hadir?
Setelah kami tiba Tanah Merah, tidak bisa komunikasi karena jaringan komunikasi terganggu. Tapi puji Tuhan, kami sudah bertemu bupati dan menyampaikan pokok-pokok pikiran, dan bupati sudah fasilitasi kita dengan kendaraan untuk kita ke Ninati, termasuk pertemuan di Aula Kantor Bupati Boven Digoel di Tanah Merah pada Kamis 8 Februari 2024 yang difasilitasi oleh Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi, Jefri.
Kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, dan jika ada rekomendasi-rekomendasi dari MRPS, mohon dipertimbangkan. Karena, Pemerintah Kabupaten Boven Digoel juga mendapat dana Otsus. Saya sudah sampaikan kepada Bupati Boven Digoel Hengki Yaluwo bahwa, dalam waktu dekat kami akan mengundang pemerintah kabupaten dan pemerintah Provinsi Papua Selatan serta OPD-OPD teknis pengelola dana Otsus untuk hadir menyampaikan dalam rapat dengar pendapat MRPS. Kami mau dengar juga dari Pemerintah Kabupaten Boven Digoel juga harus hadir untuk menyampaikan bagaimana pengelolaan dana Otsus selama ini di Boven Digoel.
Apakah MRPS punya jadwal untuk melakukan kunjungan kerja ke wilayah-wilayah pemilihan?
Kami punya jadwal kerja. Kunjungan kerja pertama ini, kami pusatkan di Ninati, dan kunjungan kerja berikutnya akan ke wilayah Kombay-Koroway di Digul Atas, wilayah Wambon di jalur Iniyandit, Arimop dan Anumyandit serta wilayah Auwuyu di Digul Bawah. Di tiga wilayah itu kami harus masuk. Karena itu, biaya rencana kunjungan kerja ke tiga wilayah itu akan didorong di dana perubahan. Dengan harapan, jika terakomodasi, maka kami bisa turun ke tiga wilayah itu di Boven Digoel.
Bagaimana respon masyarakat atas kunjungan kerja MRPS ke Boven Digoel?
Ada sebuah harapan yang besar. Mulai dari jemputan sampai ke Ninati dan Tanah Merah. Sampai malam ini, Kamis 8 Februari 2024 pukul 10 malam, masih banyak kelompok masyarakat yang minta mau bertemu dengan MRPS. Ada beberapa agenda yang masyarakat minta untuk kami bertemu, tapi tidak sempat.
Dari situasi-situasi itu, saya simpulkan bahwa, masyarakat harapkan sebuah perubahan lewat MRP. Makanya, kami MRP butuh dukungan. Jangan lemahkan MRP. Tidak boleh intervensi MRP. Karena MRP bekerja berdasarkan aturan. Maka, kami butuh dukungan dari semua pihak supaya MRP menjadi penyalur aspirasi rakyat. Tapi kalau peran MRP dilemahkan? maka kerja MRP tidak akan maksimal.(*)