MENGENANG BENCANA ALAM SENTANI 2019

Hari ini, Sabtu 16 Maret 2024, genap lima tahun terjadinya bencana alam banjir bandang Sentani, Kabupaten Jayapura, pada Sabtu 16 Maret 2019 lalu. Bencana yang memporak-porandakan kehidupan masyarakat Sentani. Nyawa manusia, dan harta benda lenyap dalam sekejap.

suaraperempuanpapua.com – JANGAN pernah melupakan sejarah. Bencana alam bisa terjadi kapan saja dan di mana saja di luar dugaan siapapun. Dan siapa saja bisa jadi korban. Kabupaten Jayapura masuk dalam zona permanen rawan bencana alam.

Pada hari Sabtu 16 Maret 2019 lalu, telah terjadi bencana alam banjir bandang di Sentani Kabupaten Jayapura. Dan hari ini, Sabtu 16 Maret 2024. Sudah genap lima tahun. Peristiwa mematikan yang terjadi pada Sabtu 16 Maret 2019 lalu itu, semua orang telah melupakannya.

Suasana kerusakan yang terjadi akibat bencana alam banjir bandang Sentani, pada Sabtu malam 16 Maret 2019 lalu. Foto: Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Jayapura.

Bencana alam banjir bandang Sentani, pada Sabtu 16 Maret 2019 lalu mengakibatkan 12.129 orang menjadi korban. Mereka ada yang menderita luka ringan, luka berat, meninggal serta ada yang hilang tak pernah ditemukan dalam pencarian.

Bencana alam banjir bandang itu mengakibat naiknya permukaan air Danau Sentani. Sebanyak 26 kampung di tepi Danau Sentani terendam. Sebanyak 2.287 unit rumah tinggal warga di 10 distrik yang terdampak bencana alam banjir bandang mengalami rusak ringan dan rusak berat.

Pasca bencana banjir bandang, sekira 67 lembaga pemerintah, dan lembaga non pemerintah terlibat secara total dalam penanganan bencana alam banjir bandang Sentani 2019. Mereka Bersatu-padu menolong warga yang menjadi korban. Sebanyak 20 jenazah yang sulit dikenali identitasnya dimakamkan secara massal di Pekuburan Kampung Harapan, Sentani Timur, dan sebanyak 80 jenazah yang teridentifikasi identitasnya diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan.

Empat wartawan penulis buku, Bencana Sentani 2019. Mereka adalah Paskalis Keagop, Gabriel Maniagasi, Engelberth Wally, dan Allan Harry Murti Youwe, berfoto bersama Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Jayapura, Gustaf Griapon di Gunung Merah Sentani, Kabupaten Jayapura.

Bagi keluarga-keluarga yang kehilangan sanak-saudara, orangtua, anak-anak, suami, istri, kekasih serta harta benda, pasti takkan pernah lupa. Karena mungkin itulah peristiwa besar mematikan yang pernah terjadi dalam hidup mereka, yang menghilangkan orang-orang yang mereka kasihi.

Hari ini, Sabtu 16 Maret 2024, sudah lima tahun bencana banjir bandang Sentani yang terjadi pada hari Sabtu 16 Maret 2019 lalu. Semua orang telah melupakannya.

Banjir bandang Sentani 2019 telah mengorbankan banyak nyawa manusia dan harta benda. Banjir bandang Sentani 2019 menarik perhatian masyarakat nasional dan internasional. Banyak lembaga beserta personilnya menggerakkan seluruh kekuatannya menolong korban banjir bandang.

Presiden RI Joko Widodo hadir langsung di tengah warga korban bencana banjir bandang Sentani 2019 di Gedung Olahraga Tuware Doyo Lama, Sentani.

Karena sudah lima tahun, semua peristiwa banjir bandang Sentani 2019 telah dilupakan orang. Tapi semuanya telah didokumentasikan dengan baik oleh enam wartawan Papua yang dikomandani Paskalis Keagop, yang peka terhadap situasi merekam peristiwa mematikan itu dalam buku ‘Bencana Sentani 2019’ agar tak mudah dilupakan orang.

Sampul buku, Bencana Sentani 2019.

Bencana alam banjir bandang Sentani yang sama pernah terjadi tahun 1936, dan terjadi lagi setelah 86 tahun kemudian pada 2019. Dokumen bencana alam Sentani tahun 1936 hanya ada di Belanda. Tidak ada di Indonesia, karena waktu itu Indonesia belum ada.

Namun khusus dokumentasi bencana alam banjir bandang Sentani yang terjadi pada hari Sabtu 16 Maret 2019 lalu ada di Kabupaten Jayapura dan ada di Indonesia. Tidak perlu ke Negeri Belanda yang jauh di seberang lautan.

Tetapi, apakah Pemerintah Kabupaten Jayapura sendiri masih menyimpan dokumentasi Bencana Alam Banjir Bandang Sentani 2019 yang dibuat oleh wartawan orang Papua sendiri? Ataukah Pemerintah Kabupaten Jayapura tak peduli dan telah memusnahkannya ke dalam api unggun?

suara perempuan papua