LINDUNGI HUTAN ADAT DENGAN PERATURAN KAMPUNG

Ondoafi Suku Elsheng, Markus Waimenie menyadari bahwa wilayah adatnya tidak hanya berada di Kabupaten Jayapura. Tetapi luas wilayahnya sampai ke Kabupaten Keerom, Kota Jayapura dan Mamberamo Raya. Karena itu, dibuatlah peraturan kampung  untuk melindungi wilayah adatnya.

suaraperempuanpapua.com – MENYADARI wilayah adatnya yang luas, Markus Waimenie sebagai Ondoafi Suku Elsheng mendorong dibuatnya Peraturan Kampung Benggwin Progo untuk melindungi hutan dan segala isinya supaya tidak dijarah orang luar. Hutan Elsheng bukan hanya luas, tapi juga memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat kaya. Seperti flora dan fauna yang cukup beragam. Sehingga perlu dilindungi dengan peraturan kampung supaya jangan orang luar masuk jarah kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Flora dan fauna yang ada di dalam hutan Elsheng adalah berbagai jenis hewan endemik seperti burung cenderawasih, kasuari, kakatua, babi hutan, rusa dan lainnya yang perlu dilindungi.

Walau Benggwin Progo dihuni penduduk asli Suku Elsheng. “Tapi hingga kini belum ditetapkan menjadi kampung adat, hutan adat, serta belum dilakukan pemetaan wilayah adat oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura”, ujar Ondoafi Elsheng, Markus Waimenie di Benggwin Progo. Padahal, pemerintah kampung dan tokoh adat telah mengusulkan berulang kali kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk dilakukan penetapan status kampung adat dan pemetaan hutan adat Suku Elsheng di Kampung Benggwin Progo. Tapi tidak pernah ditanggapi.

Walau Benggwin Progo belum ditetapkan menjadi kampung adat. Tapi peraturan kampung tentang perlindungan hutan adat yang telah dibuat itu cukup kuat untuk memberi rasa aman bagi warga Elsheng untuk melindungi wilayah adatnya.

Luis Waimeni, warga Benggwin Progo, mengaku puas dengan hasil buruan yang didapatnya setiap hari melalui berburu maupun jerat. Luis biasa pasang 20 jerat untuk babi dan rusa di hutan. Hasil yang didapatnya biasa dibagikan kepada tetangga dan lainnya untuk makan dalam rumah.

Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat tidak muat hal-hal mengenai hak ekonomi masyarakat adat. Tetapi memuat mengenai tata kelola pemerintahan adat. Meski demikian, apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kampung Benggwin Progo merupakan sebuah langkah maju. Karena, kampung bersifat otonom. Sehingga, pembuatan peraturan kampung tanpa perlu melihat turunan dari peraturan daerah yang dibuat Pemerintah Kabupaten Jayapura.

Markus Waimenie. Ondoafi Suku Elsheng. Foto: Neta Makuba

Steven Ohee, Kepala Bagian Pemerintahan Kampung Adat Sekretariat Daerah Kabupaten Jayapura mengatakan peraturan kampung Benggwin Progo adalah upaya mereka melindungi segala sesuatu yang dianggap asli. Ini adalah upaya masyarakat adat dalam membatasi pihak luar masuk mengganggu dan merusak tatanan adat atau keanekaragaman hayati yang ada di wilayah adat mereka. “Mereka melihat semua kehidupan yang ada di sekitar kampung mereka sebagai aset untuk masa depan anak cucu, sehingga itu harus dijaga dan dilestarikan“.

Sementara Kepala Bagian Pemerintah Masyarakat Kampung Adat mengatakan peraturan kampung yang ditetapkan secara otonom oleh masyarakat adat, sebagai upaya membentengi diri dan aset mereka dari upaya pihak lain yang hendak mengganggu tempat cari makan mereka. “Kita wajib menghormati karena secara yuridiksi memiliki kekuatan hukum tetap“.

Sampai sekarang, usulan Pemerintah Kampung Benggwin Progo belum dipenuhi Pemerintah Kabupaten Jayapura, karena masih menunggu proses-proses penetapan hutan adat dan kampung adat yang telah diusulkan ke pemerintah pusat belum tetapkan. Jika pemerintah pusat sudah tetapkan, baru dengan sendirinya Peraturan Kampung Benggwin Progo juga memiliki keabsahan dan legitimasi yang kuat.

Ada enam hutan adat yang diajukan Pemerintah Kabupaten Jayapura yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan Surat Keputusannya telah diserahkan oleh Presiden RI, Joko Widodo pada Kongres Masyarakat Nusantara 2022 di Kabupaten Jayapura.

Keenam hutan adat di Kabupaten Jayapura yang telah diakui negara adalah: 1) Kusang Syuglue Woi Yansu, dengan luas wilayah adat 16.493 hektar. 2) Ku Defeng Akrua memiliki luas wilayah adat 2.226 hektar. 3) Ku Defeng Meyu punya luas wilayah adat 501 hektar. 4) Ku Defeng Wai memiliki luas wilayah adat 594 hektar. 5) Melra Kelra Sena Yosu Desoyo punya luas wilayah adat mencapai 3.394 hektar, serta 6) Luas wilayah adat Ku Defeng Takwobleng mencapai 405 hektar (indikatif).

Atas keberhasilan ini, Kabupaten Jayapura mendapat kehormatan menjadi tuan rumah menyelenggarakan Kongres Masyarakat Adat Nusantara pada Oktober 2022.(*)

Penulis: Nesta Makuba