BATU PERADABAN, BABAK BARU KEBANGKITAN PAPUA

Batu Peradaban simbol kebangkitan peradaban Orang Papua (foto:ist/tspp)

Doa sulung Domine I.S Kijne menjadi kekuatan spiritual dan inspirasi bagi pemerintah, gereja dan masyarakat di Tanah Papua

SUARAPEREMPUANPAPUA.COM–“DI ATAS BATU ini saya meletakkan peradaban orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri.” Demikian pernyataan profetis Domine Izaak Samuel Kijne yang diimani sebagai nubuatan bagi Peradaban Orang Papua yang akan genap berusia 1 abad pada 25 Oktober mendatang (25 Oktober 1925-25 Oktober 2025).  Pernyataan tersebut bukan sekadar kata-kata puitis semata. Ia lahir dari hati yang menyatu dengan tanah, air, dan napas kehidupan di tanah ini. Ia seperti suara yang memanggil dari masa depan—suara iman yang percaya bahwa kebangkitan sejati hanya mungkin bila manusia berdiri di atas dasar yang kokoh: Kristus, Sang Batu Penjuru.

situs batu peradaban yang telah dipugar oleh Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama (foto:ist/tspp)

 

Dalam pandangan iman Kristen, batu bukan hanya benda keras yang diam di tanah. Batu adalah simbol keteguhan dan kesetiaan—tanda bahwa apa pun yang dibangun di atasnya akan bertahan terhadap badai dan waktu. Alkitab menyebut, “Kristus adalah Batu Penjuru,” tempat Allah menegakkan peradaban kasih dan kebenaran (Efesus 2:20).

Yesus Kristus bukan sekadar pengajar moral. Ia adalah fondasi peradaban ilahi, tempat manusia belajar melayani, mengampuni, dan menegakkan keadilan. Maka jika Papua ingin bangkit, fondasinya haruslah Kristus, bukan kekuasaan, kepandaian, atau kekayaan. Sebab peradaban yang sejati tidak lahir dari tambang emas, tetapi dari hati yang dipenuhi kasih Allah.

Domine I.S Kijne sosok Zendeling yang telah meletakkan semangat kebangkitan orang Papua  (foto:ist/tspp)

Papua diberkati dengan tanah yang subur, laut yang kaya, dan gunung yang menyimpan harta. Tetapi di balik kekayaan itu, masih ada luka sosial, ketidakadilan, dan ketegangan yang mengeringkan jiwa. Di sinilah makna Batu Peradaban menjadi nyata: Kristus menjadi dasar moral dan spiritual untuk menyembuhkan bangsa ini.

Ketika politik dijalankan dengan kasih, hukum ditegakkan dengan kebenaran, dan kekayaan dikelola dengan takut akan Tuhan, maka kebangkitan Papua tidak lagi sebatas mimpi. Ia akan menjadi kenyataan yang hidup—sebuah bangsa yang tidak hanya kaya di tanahnya, tetapi juga merdeka dalam jiwanya.

Kristus, Sang Batu Penjuru, memanggil orang Papua untuk bangkit, berdiri teguh, dan memimpin dirinya sendiri. Bukan dengan kekerasan, tetapi dengan pelayanan. Bukan dengan kebencian, tetapi dengan kasih yang mempersatukan.

Dari batu inilah akan lahir generasi Papua baru: tegas dalam kebenaran, lembut dalam kasih, dan bijak dalam menjaga kehidupan.

Situs Batu Peradaban Orang Papua di Bukit Aitumeri, Kabupaten Teluk Wondama (foto:ist/tspp)

Generasi hari ini, adalah generasi baru yang tumbuh dengan pendidikan tinggi dan karakter baru yang sangat memahami bahwa kekayaan sejati bukan terletak pada emas atau tambang, melainkan pada iman yang hidup, kasih yang tulus, dan keadilan yang berdiri tegak, sebagai hasil dari taburan injil. Injil adalah kekuatan Allah. Injil yang mengubah orang papua menjadi baru. Injil dan peradaban baru di Tanah Papua.

Maka benar adanya nubuatan Kijne : “Di atas Batu ini, peradaban Papua berdiri — bukan karena alamnya yang kaya, melainkan karena jiwanya yang diperbaharui di dalam Kristus, Sang Batu Peradaban. Kiranya 100 tahun nubuatan ini menjadi spirit baru babak baru kebangkitan papua menuju 1 abad yang baru.* (Gabriel Maniagasi)