RUMAH SAKIT UTAMAKAN UANG DALAM MELAYANI

Orientasi pelayanan rumah sakit di jaman otonomi khusus di Papua telah berubah. Dulu pelayanan kemanusiaan, kini pelayanan keuangan. Ada uang, anda dilayani! Akibatnya, Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya menjadi korban.

Gubernur Papua Mathius Fakhiri. “Saya akan melakukan evaluasi terhadap rumah sakit pemerintah di Provinsi Papua. Jika ada kelalaian dalam pelayanan, maka direktur rumah sakit akan dicopot dan akan diberikan sanksi tegas”.

suaraperempuanpapua.com – HATI nurani manusia yang bekerja di bidang kesehatan jaman sekarang sudah diganti uang! Memandang sesama manusia dengan uang. Ada uang, anda dilayani! Dampaknya, banyak yang sudah jadi korban. Orang kampung, orang di pinggiran perkotaan, orang yang datang mendadak tanpa persiapan uang, semuanya telah menjadi korban: ada yang terpaksa meninggal, ada yang terpaksa pulang rawat diri sendiri dan ada yang marah dan berkelahi di rumah sakit.

Perubahan orientasi rumah sakit yang pelayanan kemanusiaan menjadi pelayanan keuangan di Papua sudah terjadi sejak penerapan undang–undang otonomi khusus. Namun otoritas pemegang kekuasaan dan keuangan tidak pernah tahu dan tenang–tenang saja sibuk kasih naik jumlah dana otonomi khusus untuk bidang kesehatan, tanpa pernah tahu bagaimana kondisi kinerja pelayanan kesehatan di lapangan.

“Orang Papua harus menerima layanan kesehatan terbaik yang gratis dan/atau murah”. Itulah amanat undang–undang Otsus bagi orang asli Papua. Ternyata, pasak lebih besar daripada tiangnya. Orientasi rumah sakit pemerintah maupun swasta di Papua sudah berubah, bukan lagi rumah sakit pelayanan kemanusiaan, tapi rumah sakit pelayanan keuangan. Banyak orang telah menjadi korban dari perubahan orientasi rumah–rumah sakit dan sunyi dari perhatian pemerintah di Papua.

Kini Irene Sokoy, seorang ibu rumah tangga dari Kampung Hobong di tepi Danau Sentani yang sedang hamil tua, dengan berat kehamilan bayi dalam kandungan mencapai empat kilogram, datang ke rumah sakit untuk melahirkan anak ketiganya dengan cara operasi.

Irene Sokoy sudah mengalami ketuban pecah di Rumah Sakit Yowari Sentani, Kabupaten Jayapura. Tapi ditolak. Foto RSU Yowari oleh Paskalis Keagop/suaraperempuanpapua.com

Harapannya bernasib sial. Sebanyak empat rumah sakit di Jayapura menolaknya, karena prosedur dan tidak punya uang. Harapan terakhir menuju rumah sakit kelima, di RSUD Dok 2 Jayapura. Ternyata, sakit yang dideritanya lebih kuat ketimbang daya tahan tubuhnya. Irene pun tak berdaya melawan kuatnya sakit dan merelakan nyawanya menghadap Tuhan dalam perjalanan dari Rumah Sakit Bhayangkara Kotaraja Dalam menuju Rumah Sakit Umum Daerah Dok 2 Jayapura.

Kasus Irene Sokoy merupakan salah satu kasus dari buruknya pelayanan kesehatan yang terjadi selama ini di Papua. Pemerintah sibuk meningkatkan jumlah dana kesehatan, perbanyak fasilitas kesehatan tercangih agar orang Papua mendapatkan pelayanan kesehatan paling terbaik. Ternyata, banyak orang Papua hidup menderita sakit dan lainnya terpaksa meninggal, karena tidak punya uang. Rumah sakit sibuk cari uang, bukan sibuk melayani manusia.

Peristiwa kematian Irene Sokoy menimbulkan kemarahan semua pihak di berbagai tempat. Gubernur Papua Mathius Fakhiri geram atas penolakan empat rumah sakit membuat Irene Sokoy terpaksa dipanggil Tuhan. Dia menegaskan seluruh rumah sakit dan Puskesmas di sembilan kabupaten di wilayah Provinsi Papua tidak boleh menolak pasien dengan alasan apa pun. ”Sekali lagi, saya ingatkan kepada seluruh rumah sakit, Puskesmas, dan tenaga medis dilarang menolak pasien dengan alasan apa pun, termasuk yang gawat darurat,” tegasnya.

Setelah ditolak oleh empat rumah sakit, Irene Sokoy berharap rumah sakit kelima ini akan menolongnya untuk melahirkan anak ketiganya di RSUD Dok 2 Jayapura. Ternyata, Tuhan memanggil Irene dalam perjalanan menuju RSUD Dok 2 Jayapura. Foto: Paskalis Keagop/suaraperempuanpapua.com

Matius Fakhiri peringatkan kepada seluruh rumah sakit pemerintah, tidak boleh ada lagi kelalaian yang mengorbankan nyawa rakyat. Pelayanan kesehatan harus dibenahi total tanpa kompromi, tanpa pengecualian. Layanan kesehatan bagi ibu dan anak, jangan coba main-main.  Jangan lihat dia datang tidak punya uang atau punya uang. Layani dulu. Semua rumah sakit di setiap kabupaten dan kota, harus melayani pasien terlebih dahulu, tanpa mempertanyakan kapasitas dari pasien tersebut.

“Saya akan melakukan evaluasi terhadap rumah sakit pemerintah di Provinsi Papua. Jika ada kelalaian dalam pelayanan, maka direktur rumah sakit akan dicopot dan akan diberikan sanksi tegas.”

Setelah kasus kematian Irene Sokoy menjadi perhatian banyak orang, semua rumah sakit yang menolak Irene mulai rame–rame membuat pernyataan klarifikasi membela diri.

Niel Kastro Kabey (35), suami Irene, sangat kecewa dan sedih atas perlakuan empat rumah sakit terhadap istrinya. Dia berencana menempuh jalur hukum untuk membela istrinya.

“Sebagai orang asli Papua, dan kami tinggal di kampung dekat dengan kota, justru kami tidak mendapatkan pelayanan yang baik.”

Paskalis Keagop