
Suaraperempuanpapua.com—PAGI ITU, Minggu 5 Oktober 2025, embun belum habis di pucuk-pucuk daun kopi di Kampung Yigemili, Distrik Melagi, Kabupaten Lanny Jaya. Warga bersiap menuju gereja. Beberapa ibu tengah menyiapkan anak-anak mereka, sementara para bapak mengenakan pakaian terbaik untuk mengikuti kebaktian dan perjamuan kudus. Namun, suasana damai itu tiba-tiba pecah. Dua helikopter melintas rendah dari arah barat. Tak lama, dentuman senjata menggema di antara lereng pegunungan.
“Itu terjadi begitu cepat. Kami pikir mereka hanya lewat, tapi ternyata tembakan diarahkan ke kebun dan rumah-rumah,” tutur seorang warga yang kini mengungsi di Kampung Wuyukwi dengan suara bergetar.
Dari arah utara, dua kompi pasukan TNI menyusuri jalur berbeda, disusul konvoi kendaraan dari Tiom menuju kampung. Operasi militer dimulai. Tak ada perlawanan. Warga panik dan berlarian menuju gereja – tempat yang mereka anggap paling aman.
Dalam kekacauan itu, seorang pemuda bernama Wiringga Walia Wenda (23 tahun) tewas ditembak saat berusaha menyelamatkan diri ke arah hutan. Tak jauh dari rumahnya, tubuhnya tergeletak di tanah.
Sementara itu, Yoban Kine Wenda (60 tahun), seorang warga sipil, menghilang tanpa jejak. Saksi mengatakan Yoban dibawa oleh aparat TNI, namun ketika keluarga dan tim kemanusiaan menanyakan keberadaannya, aparat mengaku tidak tahu. Sejak hari itu, Yoban tak pernah kembali.
“Kami sudah tiga kali melakukan pencarian, tapi tidak menemukan jasad mereka,” ujar Theo Hesegem, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), yang memimpin tim kemanusiaan Lanny Jaya. “Ini bukan hanya tragedi keluarga, tapi luka bagi seluruh masyarakat Melagi.”

Sebanyak 28 rumah warga rusak, sebagian besar honai tradisional. Lantai rotan diinjak-injak, isi rumah dihamburkan, satu rumah terbakar. Peralatan dapur, tempat tidur, dan pakaian berserakan di tanah.
“Tidak ada yang tersisa. Bahkan ayam dan babi kami lepas dan memakan tanaman di kebun,” kisah seorang ibu pengungsi sambil menimang anaknya yang masih berumur tiga tahun.
Dampak operasi itu begitu luas. Sekitar 2.300 jiwa kini hidup di pengungsian. Anak-anak, orang tua, dan ratusan kepala keluarga meninggalkan rumah dan tanah mereka. Aktivitas sekolah, pelayanan kesehatan, dan kegiatan ekonomi lumpuh total. “Yang paling berat adalah trauma,” ujar Theo Hesegem lirih. “Anak-anak menangis setiap kali mendengar suara pesawat di langit.”
Upaya Kemanusiaan di Tengah Ketakutan
Tanggal 31 Oktober 2025, tim kemanusiaan YKKMP kembali ke Melagi. Mereka datang bukan dengan senjata, tapi dengan doa dan spanduk bertuliskan pesan perlindungan warga sipil di zona konflik. Bersama para pendeta dan pemuda kampung, mereka berdoa di tempat kejadian perkara sebelum memasang baliho dan bendera bertuliskan Human Rights.
Dalam setiap langkah, rasa takut masih terasa. Namun di balik itu, ada tekad untuk menyuarakan kebenaran. “Kami tidak ingin ada lagi yang hilang. Kami hanya ingin keadilan bagi mereka yang tak bisa bersuara,” ucap Hesegem.

Seruan untuk Keadilan dan Rekonsiliasi
Dalam pernyataannya, YKKMP menyerukan kepada Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan untuk mengambil langkah nyata. YKKMP meminta agar aparat yang melakukan operasi militer di Yigemili mengakui keberadaan dua korban hilang; Pengungsi dipulangkan dengan jaminan keamanan; Dilakukan rekonsiliasi budaya sebelum pemulangan warga; Pemerintah melakukan rehabilitasi rumah dan pemulihan trauma psikologis warga.

“Kami tidak menuntut lebih. Kami hanya ingin bisa kembali ke rumah kami tanpa takut,” kata seorang pengungsi di Wuyukwi sambil menatap jauh ke arah gunung, tempat kampung lamanya berada.
Kampung Yigemili kini sunyi. Gereja yang dulu menjadi tempat perjamuan kini berdiri sendiri di tengah rerumputan yang tinggi. Namun di sanalah, harapan warga Papua Pegunungan masih hidup – harapan untuk kembali beribadah tanpa bunyi tembakan, untuk kembali menanam tanpa ketakutan, dan untuk hidup tanpa kehilangan. Bagi mereka, keadilan bukan sekadar kata. Ia adalah hak dasar manusia yang selama ini direnggut oleh suara senjata.* (gm/tspp)
