BUKAN MALAIKAT YANG JADI GUBERNUR

Bukan malaikat yang jadi gubernur di Tanah Papua. Karena itu, tidak perlu memberikan harapan kosong bagi rakyat Papua mengenai akan ada kesejahteraan dan kedamaian. Rakyat Papua sudah berpengalaman hidup dari satu kebohongan kepada kebohongan yang lain!

Brigadir Jenderal TNI Angkatan Darat Acub Zainal. Gubernur Irian Jaya, periode 1973 – 1975.

suaraperempuanpapua.com – HARI ini ada enam orang asli Papua yang jadi gubernur di enam provinsi di Tanah Papua. Mereka semua putera terbaik yang terdidik, berpengalaman dan terbaik dari yang terbaik. Mereka semua punya visi untuk membangun rakyat Papua yang lebih baik, adil dan sejahtera. Tidak ada yang lebih seperti malaikat. Semua sama-sama manusia yang punya kelebihan dan kekurangan.

Karena itu, tidak perlu ada siapapun yang mengagungkan satu gubernur dengan menyatakan dia utusan Tuhan atau anak Tuhan yang akan segera mensejahterakan dan mendamaikan orang Papua dari kekejaman negara yang sedang menindas rakyat Papua hari ini dengan, “merampok kekayaan alamnya dan membunuh manusia dan budayanya”.

Rakyat Papua sudah berpengalaman hidup dari satu kebohongan kepada satu kebohongan yang lain, serta rakyat Papua sudah berpengalaman hidup dalam dua pemerintahan dari negara yang berbeda.

Negara pertama datang dengan wajah senyum, ramah, membangun dan mendidik dengan doa, harapan, dengan hati, sangat bermartabat dan sangat manusiawi. Tak seorang pun manusia yang ditangkap, dianiaya dan dibunuh secara tidak manusiawi. Rakyat Papua di waktu itu mungkin merasa inilah ratu adil yang didambakan dalam mitos setiap suku di Tanah Papua.

Kemudian tiba-tiba muncul lagi negara kedua dengan wajah garang, bengis, rakus dan sangat tidak bersahabat. Mereka menjarah semua yang mereka lihat, membumihanguskan semua yang dianggap tidak cocok dengan penglihatannya. Mereka secara sesuka hati mengejar, menangkap, menganiaya dan membunuh yang dianggap mencurigakan.

Laksamana Madya TNI Angkatan Laut. Freddy Numberi. Gubernur Irian Jaya, periode 1998 – 1999.

Dan rakyat Papua pun pernah dipimpin oleh para gubernur terpintar dari Belanda, dari Indonesia dan juga orang asli Papua sendiri. Mereka adalah akademisi terbaik dari universitas terbaik di dunia, jenderal tentara, sipil dan polisi.

Mereka semua yang pernah jadi gubernur di Tanah Papua sejak jaman Belanda sampai Indonesia hari ini, baik orang non Papua maupun orang asli Papua masing–masing punya pengalaman memimpin lembaga pemerintahan sebelum ditunjuk atau dipilih jadi gubernur di Tanah Papua.

Tetapi sampai hari ini, tak satu pun gubernur yang pernah membawa rakyat Papua ke hadapan pintu gerbang kesejahteraan dan kedamaian. Setiap hari hanya ada penderitaan, deraian air mata, darah bercucuran dan duka. Mungkin itulah takdir bagi rakyat Papua. Rakyat Papua hanya menanti kapan Yesus datang membebaskan umat-Nya dari kekejaman manusia.

Oleh karena itu, jangan sekali-kali oleh siapapun mengagung–agungkan para gubernur yang ada hari ini di Tanah Papua dengan menaruh harapan hidup sejahtera dan damai orang Papua di atas pundak enam gubernur Papua hari ini hanya untuk kepentingan sendiri supaya ada perhatian untuk diri pribadi dan kelompoknya dengan menyamakan gubernur ini dan gubernur itu adalah utusan Tuhan yang datang untuk sejahterakan dan damaikan orang Papua.

Brigadir Jenderal TNI Marinir Angkatan Laut Abraham Oktovianus Atururi. Gubernur Irian Jaya Barat selama 12 tahun. Sejak 2003 – 2017.

Sekalipun enam gubernur Papua hari ini adalah orang asli Papua, tetapi mereka tetap Indonesia. Selama Indonesia, maka jangan pernah bermimpi kesejahteraan dan kedamaian dari Indonesia akan menghampiri orang Papua.

Rombongan warga Belanda terakhir yang hendak pulang ke negerinya, mereka menatap keindahan alam Jayapura dari atas kapal di Pelabuhan Laut Jayapura. Mereka melambaikan tangan perpisahan terakhir dengan bercucuran air mata dan berucap, “kami sudah salah, melempar orang Papua ke dalam neraka”. Itulah yang terjadi hari ini di Tanah Papua. Rakyatnya hidup menderita, penuh dengan air mata dan darah bercucuran di mana-mana dan kabut duka terus menyelimuti langit bumi Papua.

Oleh karena itu, bicaralah kesejahteraan dan kedamaian hanya untuk diri sendiri. Karena tidak ada gubernur malaikat yang pimpin rakyat Papua hari ini yang bisa menghadirkan kesejahteraan dan kedamaian bagi rakyat Papua. Apalagi yang berlatar militer yang sudah jelas gagal damaikan konflik dan gagal memberi rasa aman bagi orang Papua.

Sejak 1956 sampai 2025 sebanyak 25 orang telah menjadi gubernur Papua. Terdiri dari 15 gubernur definitif dan 10 penjabat gubernur. Sebanyak sembilan orang asli Papua jadi gubernur dan tiga orang asli Papua jadi penjabat gubernur. Ke–25 gubernur itu berasal dari berbagai suku di Indonesia, dengan beragam latar. Ada yang birokrat sipil murni, ada yang politisi, ada yang tentara dari angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara dan kepolisian. Masa tugas mereka pun berbeda. Ada yang selama 10 tahun, ada yang lima tahun dan ada yang cuma tiga sampai dua tahun.

Komisaris Jenderal Polisi Mathius Derek Fakhiri. Gubernur Papua, periode 2025–2030.

Berikut nama gubernur Papua dari kalangan militer: Mayjen Polisi Pamoedji. Brigjen TNI AD Acub Zainal. Laksamana Madya TNI AL Freddy Numberi. Perwira TNI AU Musiran Darmosuwito.  Brigjen TNI AL Abraham Oktovianus Atururi–jadi Wakil Gubernur Papua dan Gubernur Irian Jaya Barat selama 10 tahun. Mayjen TNI AD Ramses Limbong, serta Komisaris Jenderal Polisi Mathius Derek Fakhiri.

Sementara nama gubernur orang asli Papua adalah Eliezer Jan Bonay, Frans Kaisiepo, Barnabas Suebu, Jacob Pattipi, Freddy Numberi, Jacobus Perviddya Solossa, Abraham Oktovianus Atururi Constant Karma, Lukas Enembe, dan Mathius Derek Fakhiri.

Ke–25 gubernur Papua itu juga punya visi untuk percepat kemajuan pembangunan kesejahteraan dan kedamaian hidup rakyat Papua. Namun sampai berakhirnya masa tugas mereka, kesejahteraan dan kedamaian tidak pernah menghampiri rakyat Papua. Waktu terus berlalu, gubernur terus berganti, dan janji sejahtera dan kedamaian hanya di bibir.

Paskalis Keagop