PESAN TERAKHIR KEPADA SAHABAT

Pastor Frans Lieshout OFM., pamit dengan masyarakat Lembah Balim pada 17 Oktober 2019 dan balik ke Jayapura, lantas tinggalkan Papua dan Indonesia pada 28 Oktober pulang ke negeri Belanda.

Pastor Frans Lieshout OFM

suaraperempuanpapua.com – PASTOR Frans, pulang bukan karena masa tugasnya sudah habis, tapi karena usia sudah amat lanjut dan kondisi kesehatannya semakin buruk. Dia tidak ingin merepotkan seorangpun yang ada di sini. Sehingga, ia memilih pulang ke negaranya agar ada yang merawatnya dengan baik.

Frans Lieshout menderita sakit serius selama tujuh bulan, sejak Oktober 2019 hingga April 2020. Walau kondisi sakitnya serius. Namun itu tidak membuatnya melupakan Papua dan orang-orang terbaiknya yang pernah bersamanya selama hidup di Papua.

Komunikasi terus dilakukan Pastor melalui WhatsApp kepada salah seorang anak didiknya, Markus Haluk dan beberapa sahabat karibnya. Percakapan melalui WhatsApp dilakukan sejak ia tiba di Belanda hingga menghembuskan nafas terakhirnya. Komunikasi terakhir Pastor Frans dengan Markus Haluk pada 20 April. Setelah itu, komunikasi diteruskan oleh anggota keluarganya. Berikut kutipan percakapannya:

“Saya tidak harapkan ini terjadi begitu cepat, tetapi terpaksa karena pertimbangan kesehatan saya mesti pergi ke Nederland supaya bisa melakukan pengobatan di sana”. Pesan ini disampaikan Pastor sebelum berangkat ke Negeri Belanda. Setelah tiba, Pastor kirim pesan:

“Ini menjadi nostalgia. Saya dijemput oleh para adik dan kaka dan juga dari OFM. Saya sangat terharu, walaupun cuaca dingin dan hujan. Sekarang saya kurang lebih 15.000 kilo meter jauh dari Papua, tetapi terasa tetap dekat dan bagian dari hidupku”.

Selama dua minggu, Pastor Frans tinggal bersama keluarganya di Montfoort, kemudian mulai 14 November 2019 pindah ke Biara OFM di Amsterdam. Selama istirahat dan melakukan pengobatan, Pastor juga memberikan kesaksian selama 56 tahun pengabdiannya di Papua kepada media massa.

Wawancaranya yang pertama dimuat di media nasional Belanda, Trouw, pada 27 November 2019. Kemudian wawancara kedua dirilis oleh media de Volkskrant, pada 5 Desember 2019, dan wawancara ketiga pada Februari 2020.

Kondisi kesehatan Pastor Frans Lieshout mulai menurun, sehingga pada 3 Januari 2020, dia masuk rumah sakit dan dioperasi: “Saya kunjungi adik perempuan yang bungsu, Mariette, dan tiba-tiba tak sadarkan diri, lama sekali”.

Pendeta Socratez Sofyan Yoman. Foto: Paskalis Keagop/ Suara Perempuan Papua

Setelah keluar rumah sakit, Pastor Frans menyampaikan ucapan terima kasih untuk semua umat yang mendoakannya: “Operasi sudah berhasil dan saya sudah keluar dari rumah sakit sebelum Hari Ulang Tahun saya ke-85 pada 15 Januari 2020. Terima kasih kepada Pendeta Socratez Sofyan Yoman, dan Pastor Yance Yanuarius Dou. Saya terharu masih ada tempat di hati orang Papua”.

Pada 28 Januari, Pastor Frans mengirim kabar bahwa kankernya cukup aktif tetapi dokter menyampaikan bahwa, “dirimu bisa diperpanjang lagi dengan obat yang baru seharga 500 Euro (7.500.000) perbulan”.

Pada 14 Februari, Pastor Frans menyampaikan Ucapan Selamat Valintine Day untuk Papua: “Selamat Valintine Day. Semua bangsa Papua menerima berkat dari umat manusia di dunia ini”.

Pada 18 Februari, Pastor Frans menyampaikan bahwa ternyata obat yang baru tidak membantu memperpanjang hidup: “Jelaslah bahwa saya harus realistis, dan harus bersiap-siap menyambut Tuhan yang datang memanggil saya. Tuhan telah memberikan banyak kepada saya, sekarang Ia datang mengambil kembali semua itu. Nabut, terima kasih atas segala kebaikkan dan perjuanganmu. Semoga, saya menerima kekuatan iman untuk menghadapi fase akhir hidupku”.

Mendengar kabar demikian, Pak Elpius Hugy dan Pak Laurens Wantik mewakili keluarga besar Lembah Balim memutuskan ke Belanda untuk menjenguknya.

Berdasarkan beberapa pertimbangan, diputuskan yang berangkat hanya dua orang, Markus Haluk dan Pak Elpius Hugy. Pada 23 Februari 2020, mereka mendapat undangan untuk mengunjungi Pastor Frans di Belanda.

Pada 17 Maret, Markus Haluk dengan pak Elpius Hugy sudah mendapat visa Belanda. Keduanya pun telah menyiapkan semua hal, termasuk tiket pesawat. Namun karena dampak Covid-19, dengan terpaksa mereka menunda keberangkatan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Kerinduan untuk bertemu batal. Pastor Frans menyampaikan kekesalan yang mendalam. Ia juga menyampaikan situasi Covid-19 di Negeri Belanda: “Nabut. Kota Amsterdam sudah menjadi kota hantu. Sekolah-sekolah, gereja-gereja, restoran-restoran, dan semua tempat publik ditutup. Hanya sedikit orang berada di jalan, tidak saling menyapa satu dengan yang lain. Hanya beberapa orang menghadiri acara pemakaman orang mati. Sedih. Dua tamu istimewa dan kesayangan saya dari Papua tidak jadi datang karena virus corona. Padahal, sudah lama dirindukan kedatangan mereka.

Ya Tuhan, rencana-Mu kami tidak dapat pahami. Namun terpujilah nama-Mu Yang Besar. Terjadilah menurut kehendak-Mu. Hinyalawok Naburi, pergilah ke negeri emas Papua, menjaga anak-istrimu, rakyat dan bangsa Papua. Sampai jumpa dilain kesempatan”.

Pada 11 April, Hari Paskah. Pastor Frans mengirim kabar: “diputuskan untuk berhenti dengan semua tindakan medis, karena tidak ada guna lagi. Jadi saya sudah mulai dengan proses meninggal dunia. Mungkin dalam beberapa bulan. Tetapi saya siap bertemu-Nya, semua di dunia sudah selesai. Cuma berpisah itu berat. Apalagi, berpisah dengan Papua”.

Pada 12 April 2020, Pastor Frans mengirim pesan: “waa..waaa..waaa..waa.., Selamat Pesta Paskah. Maaf, singkat, saya tidak punya kekuatan lagi. Hiduplah Papua. Amin!”

Pada 20 April 2020: “tambah rasa rindu saya. Saya prihatin, jangan sampai virus jagat di rumahmu, di Papua. Jaga jarak. Jaga diri. Iman akan Tuhan tidak cukup, kita harus hati-hati. Salam sayang, keadaan saya sudah lebih baik setelah terima darah baru. Tetapi …ya, hat tahu semua”.

Markus Haluk mengatakan komunikasi dengan bapa, tete, dan Pastor Frans terakhir dengan saya pada 20 April 2020. Berhubung kesehatannya semakin menurun, nomor saya disambungkan kepada keluarga Pastor.

Pada 28 April 2020, Pak Ton Houweling, mengirimkan pesan kepada saya bahwa: “kondisi Pastor Frans semakin tidak begitu baik. Ia tidak dapat membalas semua pesan WA dari Anda dan orang lain. Diperkirakan Pastor akan meninggal dalam waktu yang tidak lama”.

Pada 1 Mei 2020, pukul 21.09 malam di Papua, Bas, salah satu keponakan Pastor Frans mengirim pesan: “Markus, Elpius dan semua umat di Papua, yang terkasih. Saya punya berita sedih. Pastor Frans baru meninggal dunia. Dia tertidur tanpa menderita. Dia sekarang berdamai dengan Tuhan. Belasungkawa dengan kehilangan ini, untuk semua Papua. Kami berharap, Anda semua keluarga diberikan kekuatan dengan kehilangan ini. Kami sayang padamu”.

Pastor Frans Lieshout, OFM, menghembuskan nafas terakhir pada 1 Mei 2020 pukul 13.15 siang waktu Belanda atau pukul 19.15 malam waktu Papua dalam usia 85 tahun.

Paskalis Keagop