Aprilia R. Amelia Wayar, dikenal sebagai seorang Jurnalis dan Novelis perempuan Papua pertama. Sepanjang hidupnya selama berkarya, dia telah menulis lima novel untuk mendorong perempuan dan anak muda Papua untuk menulis. Penulisan novelnya dimulai sejak masih di bangku kuliah hingga novel terakhir terbit pada Agustus 2020.

suaraperempuanpapua.com – APRILIA Wayar, yang kerap disapa Emil adalah seorang novelis perempuan pertama Papua, yang juga jurnalis. Lahir di Jayapura pada 15 April 1980, dan besar Jawa Barat, karena mengikuti orangtuanya yang pindah ke Tasikmalaya.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah atas, dia melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta mengambil Jurusan Ekonomi. Lulus kuliah 2006, dan diajak temannya yang punya hotel di Bitung untuk bekerja bersamanya.
Walaupun Aprilia punya kesempatan untuk menerapkan ilmu ekonomi manajemennya yang telah dipelajari di perguruan tinggi di hotel milik temannya itu, tetapi Emil hanya bertahan bekerja enam bulan dan memilih pulang ke Papua di Jayapura bergabung dengan Tabloid Jujur Bicara (Jubi) bekerja sebagai Jurnalis, sembari terlibat sebagai Peneliti di Forum Kerjasama Lembaga Swadaya Masyarakat (Foker LSM) Papua.
Pekerjaan sebagai jurnalis dan peneliti inilah mengantarkan Emil akrab dengan dunia riset. Bagi Emil, menjadi seorang jurnalis dapat memberikan dirinya kesempatan yang lebih luas untuk melihat masalah atau isu–isu sosial di Papua. Namun dia mengalami kendala di dunia jurnalistik. Sebab, tidak semua hasil liputannya bisa diterbitkan di Jubi.
Pengalaman bekerja sebagai jurnalis yang dirasakannya yang paling menantang adalah saat dia melakukan liputan konflik Papua, dan mewawancarai tokoh–tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM), seperti Goliat Tabuni, Richard Yoweni, dan Seth Jafet Rumkorem.
Kegemaran menulis cerita pendek bukan dimulai setelah Emil jadi jurnalis, melainkan dia sudah memulainya sejak berada pada semester akhir di bangku kuliah. Pada 2006 dia mencoba menulis sebuah novel dan berniat untuk mempublikasikannya. Dari titik inilah Emil mencatatkan dirinya sebagai seorang novelis perempuan pertama asal Papua.
Kelima novel karya Aprilia R. Amelia Wayar yang mulai terbit sejak 2009 sampai Agustus 2020 adalah: novel pertama, Mawar Hitan Tanpa Akar, terbit Juli 2009. Novel ini menggambarkan perjuangan orang asli Papua di tengah pelanggaran HAM besar–besaran yang dilakukan aparat keamanan Indonesia waktu itu. Novel ini mengantarkan Emil ke Ubud Writers and Readers Festival, 2012 dan 2015 di Bali bersama penulis–penulis terbaik Indonesia. Dia juga diundang menghadiri Asean Literary Festival 2014. Novel ini ditulisnya saat duduk di bangku kuliah.
Novel kedua, Dua Perempuan. Dirilis bersamaan dengan novel pertama di Abepura, Jayapura. Merupakan hasil refleksi panjangnya. Bagi Emil, dengan menulis dapat mengobati luka di masa lalu. Novel ini ditulis saat dia sedang kerja di Foker LSM Papua. Novel ini, Emil ingin menunjukkan kemampuan perempuan Papua untuk maju dan berkembang serta memiliki daya saing yang tinggi. Peluncurannya dipersembahkan kepada Tabloid Jubi sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasihnya terhadap proses yang membentuk dirinya menjadi seorang jurnalis.
Novel ketiga, Sentuh Papua. Tebal 374 halaman, dicetak sebanyak 300 eksemplar dan dirilis di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, pada 27 April 2018. Novel ini mengisahkan tentang sebuah undercover reporting jurnalis Belanda bernama Rohan yang mengunjungi Papua menggunakan visa turis. Dan melakukan penjelajahan sampai ke sebuah daerah bernama Tanah Merah dan melakukan wawancara dengan seorang tokoh OPM. Emil mengaku, novel ini 85 persen isinya adalah fakta.
Novel keempat, Tambo Bunga Pala. Peluncurannya dilakukan oleh AJI Yogyakarta dan Fawawi Club (sebuah komunitas sastra para penulis asal Papua) di Pendopo Yayasan LKIS Sorowajan Yogyakarta, pada 21 Februari 2020.
Novel ini diterbitkan secara mandiri oleh Aprilia R. A. Wayar, dengan donasi dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP). Menceritakan Kota Fakfak sebagai salah satu poros peradaban Papua yang cenderung luput dari perhatian publik. Padahal, Fakfak merupakan salah satu kota tertua di Papua dan awal dimulainya peradaban orang Papua, yang memiliki berbagai keunikan. Mulai dari sejarahnya hingga lanskap kotanya yang “bertingkat” atau “bersusun”.
Dalam proses penulisan novel keempat ini, Emil mengaku alami kesulitan mencari dan menghimpun data terkait perkembangan Kota Fakfak. Dalam peluncurannya, dia berharap kisah yang ditulisnya itu dapat memotivasi generasi muda Papua di Fakfak untuk menulis sendiri sejarahnya.
Novel kelima, Hutan Rahasia. Bercerita tentang kehidupan perempuan Suku Enjros di Teluk Youtefa, Jayapura. Novel kelima ini terbit pada Agustus 2020.

FX. Rudy Gunawan, Novelis Indonesia mengatakan, “novel Mawar Hitam Tanpa Akar, yang ditulis Aprilia R. A. Wayar merupakan novelis perempuan Papua pertama di era tahun 2000-an, yang berhasil menyuguhkan sebuah kisah keluarga muda kelas menengah Jayapura dengan segala dinamika kehidupan. Mulai dari percintaan sampai kaitan–kaitan dengan persoalan–persoalan politik yang dialami rakyat Papua. Novel ini, Aprilia ingin membuka wacana pengetahuan pembacanya tentang Papua.
Mendengar berita kematiannya itu, Ketua Asosiasi Wartawan Papua (AWP) Elisa Sekenyap mengatakan, Aprilia merupakan mantan wartawan Jubi, anggota AJI, dan Pendiri The Papua Journal.com.
“Dalam kesempatan ini, kami segenap Asosiasi Wartawan Papua menyampaikan turut berduka cita atas terpanggilnya saudara Aprilia Wayar. Salah satu jurnalis dan novelis Papua terbaik yang telah dipanggil Tuhan. Semoga almarhumah mendapat tempat peristirahatan terbaik, dan keluarga yang ditinggalkannya diberi ketabahan dan kekuatan”.
Aprilia R. Amelia Wayar. Menderita sakit serius dan berulang kali masuk–keluar rumah sakit dan tidak pernah tertolong. Akhirnya, dipanggil Tuhan di rumah tinggalnya dalam usia 45 tahun, pada Sabtu 18 Oktober 2025 pukul 08.00 pagi di Yogyakarta, dan proses krematorium jenazah akan dilaksanakan pada Senin 20 Oktober 2025 di Madurejo.
Paskalis Keagop
