STATUS PENGAKUAN WILAYAH ADAT DI INDONESIA

Badan Registrasi Wilayah Adat mengumumkan bahwa telah terjadi kenaikkan jumlah peta wilayah adat di Indonesia yang teregistrasi sebanyak 84 peta seluas 2,2 juta hektar.

Peta status pengakuan wilayah adat di Indonesia. Peta oleh: Yayasan Badan Registrasi Wilayah Adat

suaraperempuanpapua.com – KENAIKKAN jumlah peta wilayah adat teregistrasi di Indonesia itu diumumkan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) di Jakarta, pada 17 Maret 2025 lalu.

Registrasi dan verifikasi wilayah adat yang diumumkan BRWA itu bahwa: 1) Pada periode enam bulan sejak September 2024 hingga Maret 2025 ada kenaikkan jumlah peta wilayah adat teregistrasi, sebanyak 84 peta seluas 2,2 juta hektar. 2) Total Registrasi hingga 17 Maret 2025 seluas 32,3 juta hektar, sebanyak 1.583 peta, dan 3) Dari 2,2 juta hektar teregistrasi, BRWA telah memverifikasi sekira 680.000 hektar.

Dengan kenaikkan jumlah wilayah adat teregistrasi itu, maka terjadi pula pengakuan kenaikkan jumlah wilayah adat selama enam bulan terakhir, yaitu  18 wilayah adat seluas 535.985 hektar.

Dengan demikian, maka total hingga 17 Maret 2025 pengakuan wilayah adat mencapai 5,4 juta hektar dari 32,3 juta wilayah adat teregistrasi di BRWA atau sekira 16,7 persen. Hutan adat naik menjadi 18 hutan adat dengan luas mencapai 67.255 hektar. Sehingga, total hutan adat yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia seluas 332.505 hektar.

Urgensi Integrasi Peta Wilayah Adat dalam Kebijakan Satu Peta adalah 1) Sampai saat ini peta-peta wilayah adat yang sudah ditetapkan pengakuannya oleh Pemerintah Daerah seluas 5,4 juta hektar, namun belum terintegrasi dalam Kebijakan Satu Peta. 2) Satu hal yang masih menjadi persoalan karena belum adanya Walidata IGT Peta Wilayah Adat. 3) Peta wilayah adat belum teradministrasi dalam sistem data nasional (Kebijakan Satu Peta maupun Satu Data Indonesia).

Implikasinya, peta wilayah adat atau ruang hidup masyarakat adat belum dapat dirujuk oleh pemerintah dan para-pihak yang bekerja di wilayah adat tersebut. Seperti pengembangan pembangunan dan pengelolaah wilayah (rencana investasi misalnya).

Padahal, masyarakat adat memiliki kebudayaan dan kearifan dalam pengelolaan wilayah, dan wilayah adat terdapat sumber-sumber pangan, lokal, sumber tanaman obat, dan kaya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, pengadministrasi wilayah adat oleh pemerintah pusat sangat penting.

Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) adalah lembaga tempat pendaftaran (registrasi) wilayah adat. BRWA dibentuk tahun 2010 atas inisiatif Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), dan Sawit Watch (SW).

Pengurus Yayasan Badan Registrasi Wilayah Adat Indonesia. Foto: Yayasan Badan Registrasi Wilayah Adat

Badan Registrasi Wilayah Adat dibentuk karena data dan informasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat hasil pemetaan partisipatif tidak terdokumentasi secara baik.

Selain itu, pemerintah juga selama ini tidak memiliki peta dan data sosial keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya. Hal ini menjadi persoalan, baik di pemerintah dan juga di masyarakat ketika dilakukan upaya mendorong pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat.

Kelembagaan BRWA untuk pertama kali legalitasnya berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal AMAN No. 01/SK-BRWA/PB-AMAN/III/2011. Melalui SK ini BRWA menjadi Badan Otonom AMAN yang menetapkan Kepala BRWA sebagai pengurus harian berdasarkan usulan Dewan Penyantun BRWA.

Pada 21 Februari 2017 lalu diadakan Rapat Pleno pertama yang dihadiri oleh perwakilan lima lembaga pendiri BRWA dan menetapkan BRWA sebagai lembaga independen.

Selanjutnya, bentuk kelembagaan BRWA adalah badan hukum Yayasan yang disahkan dengan SK Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-0007773.AH.01.04. Tahun 2018 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan Badan Registrasi Wilayah Adat. Pembinaan dan pengawasan BRWA selanjutnya dilakukan oleh seluruh lembaga pendiri melalui mekanisme pengaturan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Kepengurusan Yayasan Badan Registrasi Wilayah Adat melibatkan lima lembaga pendiri, terdiri atas Badan Pembina, Badan Pengawas, dan Badan Pengurus.

Saat ini BRWA memiliki tiga Kantor Wilayah (Kanwil) yaitu Kanwil BRWA Kalimantan Barat, Kanwil BRWA Sulawesi Tengah dan Kanwil Sulawesi Selatan sebagai pengembangan kantor layanan registrasi wilayah adat di Kalimantan dan Sulawesi.

Selain itu, untuk layanan registrasi wilayah adat BRWA juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendiri dan jaringan di tingkat nasional dan wilayah seperti dengan Unit Kerja Percepatan Pemetaan Partisipatif (UKP3), Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) dan lembaga lainnya yang melakukan pemetaan wilayah adat.

Tugas Badan Registrasi Wilayah Adat adalah pertama, memperkuat fakta, data dan informasi mengenai relasi masyarakat adat dengan wilayah adatnya (tanah, perairan, pesisir, laut, hutan dan kekayaan alam lainnya) berdasarkan sejarah asal-usul, genealogis dan territorial, hukum adat, dan kearifan lokal.

Dan kedua, BRWA mengembangkan Sistem Registrasi Wilayah Adat di Indonesia. Penyelenggaraan registrasi dan verifikasi wilayah adat untuk memperkuat pengakuan serta perlindungan masyarakat adat dan wilayah adatnya.(*

Dinas Kominfo Kabupaten Jayapura