
Tina dan Frederikus berhasil mengubah tailing Freeport menjadi lahan sayuran, buah-buahan dan hutan mangrove yang subur.
suaraperempuanpapua.com – TINA Komangal. Perempuan berusia 43 tahun asal Suku Amungme dari Kampung Waa Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika. Memulai pekerjaan di Mimika dengan menjadi penerjemah Bahasa Amungme bagi masyarakat gunung yang datang berobat di Rumah Sakit Banti.
Pasien yang datang akan menyampaikan keluhan sakitnya dengan bahasa daerah kepada Tina, dan ia yang akan menjelaskan keluhan sakit pasien kepada petugas medis Rumah Sakit Banti untuk dilayani.
Peran Tina sebagai juru bahasa sangat penting dalam membantu pelayanan medis antara masyarakat dan petugas medis di Rumah Sakit Banti. Karena kebanyakan masyarakat dari gunung yang datang berobat di Rumah Sakit Banti tidak bisa berbahasa Indonesia.

Tina Komangal menjalani pekerjaan sebagai penerjemah bahasa Indonesia di Rumah Sakit Banti selama sembilan tahun. Dari pekerjaan ini juga yang membuat Tina bisa berbahasa Indonesia dengan fasih.
Saat sedang menjalani pekerjaan sebagai penerjemah itulah, tak disangka, ada peluang dari PT. Freeport Indonesia untuk tujuh suku di kawasan pertambangan Freeport untuk ikut pelatihan calon pengusaha. “Dalam pelatihan itu, kami belajar mengelola keuangan, mendirikan usaha, dan mengatur karyawan,” ujar Tina.
Setelah mengikuti pelatihan calon pengusaha, Tina memberanikan diri menjadi kontraktor bermitra dengan PT. Freeport Indonesia. Bidang usaha yang ditekuninya adalah menjadi petani sayuran, buah-buahan, peternak sapi dan perikanan air tawar di lahan endapan tailing.
Tailing adalah endapan tanah halus sisa-sisa hasil proses pengolahan batuan bijih tambang dari pabrik pengolahan Freeport. Wilayahnya berada di dataran rendah yang kemudian dijadikan lahan produktif.
Usaha yang dijalankan Tina adalah tanaman sayuran, hortikultura, buah-buahan, peternakan sapi serta budidaya perikanan air tawar. Untuk bisa menggerakkan usaha itu, Tina merekrut delapan orang menjadi karyawan, yang bertugas menanam sayuran berupa kacang panjang, terong, cabe, tomat, pepaya, pisang dan tanaman buah-buahan.

Keberhasilan Tina membangun usaha pertanian, peternakan sapi, dan perikanan air tawar di atas lahan tailing Freeport itu mendapat perhatian dan kunjungan dari Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI, Vivi Yulaswati di lokasi endapan tailing, Pusat Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PT. Freeport Indonesia.
Saat kunjungan itu, Tina berada di antara hamparan tanaman cabe dan terong di kawasan MP-21 – merupakan pusat reklamasi dan keanekaragaman hayati yang dikelola Freeport Indonesia.
Vivi Yulaswati mengunjungi Tina Komangal, pada Sabtu siang, 3 Februari 2024 lalu. Dalam pertemuan itu, Tina menyampaikan pengalamannya bagaimana bisa menghasilkan tanaman sayur, cabe dan buah-buahan di atas lahan tailing Freeport. Dia mengaku, meski lahan bercocok tanam di atas pasir tailing, tapi sayuran dan buah-buahan bertumbuh subur. “Dijamin aman untuk dikonsumsi,” ujar Tina yang saat itu mengenakan kemeja batik dilapisi rompi hijau, celana panjang hitam, dan helem putih sebagai alat pelindung diri.
Tina juga menceriterakan bagaimana kisah perjuangannya hingga bisa sukses bermitra dengan Freeport. Dimulai dari bekerja sebagai juru bahasa di rumah sakit, mengikuti pelatihan calon pengusaha hingga menjadi kontraktor Freeport dalam bidang pertanian, peternakan, dan perikanan air tawar.
Tina juga menyampaikan pengalamannya menghasilkan tanaman sayur, cabe dan buah-buahan di lahan endapan tailing tambang Freeport kepada Vivi Yulaswati dari Bappenas. ”Meski lahan bercocok tanam di atas pasir tailing, tapi sayuran dan buah-buahan bertumbuh subur. Dijamin aman untuk dikonsumsi,” ujar Tina.
Pengalaman panjang bagaimana sampai bisa sukses di Freeport diungkapkan Tina dengan rasa haru dan meneteskan air mata. ”Saya merasa, orang-orang Freeport sudah seperti guru yang telah mendampingi. Tadinya, saya pikir hal semacam ini hanya bisa didapat oleh orang yang ada di perguruan tinggi. Tapi, saya bisa buktikan kemampuan dan kepercayaan itu secara mandiri, hingga seperti sekarang ini,” ujar Tina.
Kini, sudah 12 tahun Tina menjalankan usaha dan bermitra dengan Freeport. Perjuangan itu dijalankan dengan kerja keras, tekut, ulet disertai doa tanpa henti. Hasilnya, bisa menghidupi ekonomi keluarga dan bisa membiayai anak-anak sekolah sampai ke jenjang perguruan tinggi serta memiliki kendaraan pribadi.
Sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan, Tina juga menyediakan rumah sehat untuk keluarga. “Saya belajar banyak hal sejak menjadi mitra Freeport Indonesia. Dan tetap bersyukur meski tidak pernah mengenyam pendidikan. Namun, saya dibimbing hingga bisa punya usaha sendiri dan hasilnya dapat dinikmati bersama keluarga”, ujar Tina Komangal.
Kisah sukses yang nyaris sama dialami Frederikus Okoare, 42 tahun asal Suku Kamoro. Ia juga menceritakan pengalaman sebelumnya hingga bisa seperti sekarang sukses, sebagai kontraktor.
Frederikus mengisahkan, saat belum kerja, saya berpikir bagaimana bikin legalitas usaha. Lalu saya ikut pelatihan yang diadakan oleh PT. Freeport Indonesia. Dan bergabung tahun 2013 sebagai mitra di Freeport.

Dalam perjalanan waktu, Frederikus pun dipercayakan sebagai kontraktor pada Bagian Pengelolaan Lingkungan PT. Freeport Indonesia, dengan mempekerjakan 18 karyawan yang seluruhnya putera Papua.
Awalnya, Frederikus bertugas menanam bibit pohon sagu, pohon cemara dan pohon mangrove. Hingga saat ini, Frederikus dan timnya bertugas di Muara Ajkwa untuk menyiapkan lahan endapan tailing menjadi kawasan mangrove (bakau) yang baru.
Keberhasilan Tina dan Frederikus yang sukses menjadi petani sayuran, buah-buahan, peternakan, perikanan air tawar dan menanam mangrove di lahan tailing Freeport disampaikan oleh Direktur and EVP Sustainable Development and Community Relations PT. Freeport Indonesia, Claus Wamafma.
Claus Wamafma menyampaikan bahwa Freeport Indonesia memberikan perhatian prioritas bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi pertambangan. Freeport melakukan berbagai upaya untuk memastikan mereka dapat terus bertumbuh bersama Freeport membangun ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dalam menjalankan usaha pertambangan, Freeport Indonesia memperhatikan pengembangan masyarakat Amungme, Kamoro dan lima suku kerabat serta masyarakat Papua lainnya dalam menjalankan bisnis. Freeport berkomitmen mewujudkan praktik pertambangan yang baik, dan juga investasi sosial serta lingkungan hidup yang berkelanjutan.
“Yang PT. FI lakukan berupa program-program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat asli Amungme dan Kamoro, serta lima suku kerabat lainnya, yaitu Suku: Dani, Damal, Mee, Moni dan Nduga, dengan pola kemitraan dengan berbagai pihak, baik pemerintah daerah, lembaga adat, yayasan dan lainnya,” ujar Direktur & EVP Sustainable Development & Community Relations PT. Freeport Indonesia, Claus Wamafma.
Desy Saputra. External Communication Manager Corporate Communications PT. Freeport Indonesia.